Skandal Dana Kampanye: Tambang Illegal Hingga Keterlibatan Aparat
Berita Baru, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional mengungkapkan bahwa terdapat dana kampanye untuk Pemilu 2024 diduga berasal dari tambang ilegal. Temuan ini sejalan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang juga mencurigai adanya keterlibatan sumber dana kampanye dari tindak pidana, termasuk pertambangan ilegal.
JATAM juga menyampaikan bahwa nilai transaksi yang mencapai triliunan dari tambang illegal itu diduga mengalir ke partai politik dan kontestan Pemilu 2024.
“Dugaan dana tambang illegal mengalir untuk biaya kampanye Pemilu 2024 itu, sesungguhnya fenomena lama yang cenderung dibiarkan. Keberadaan tambang illegal justru terorganisasi, dilindungi, bahkan tampak menjadi bancakan elit politik, aparat penegak hukum, dan ormas tertentu,” demikian dikutip dari rilis resmi JATAM pada Sabtu (16/12/2023).
Indikasi pembiaran dan perlindungan tambang illegal itu salah satunya ditandai dengan maraknya operasi pertambangan illegal di berbagai wilayah di Indonesia. Merujuk data Kementerian ESDM, terdapat sekitar 2.700 tambang ilegal di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 2.600 lokasi merupakan pertambangan mineral dan 96 lokasi adalah pertambangan batubara.
“Ribuan tambang illegal tersebut tersebar di 28 provinsi, sebagian di antaranya adalah Jawa Timur sebanyak 649 titik, Sumatera Selatan 562 titik, Jawa Barat 300 titik, Jambi 178 titik, Nusa Tenggara Timur 159 titik, Banten 148 titik, Kalimantan Barat 84 titik, Sulawesi Tengah 12 titik, dan Kalimantan Timur sebanyak 168 titik,” jelasnya.
Menurut JATAM, maraknya operasi tambang illegal, hingga dugaan mengalir ke partai politik dan kontestan Pemilu 2024 sesungguhnya disebabkan oleh absennya penegakan hukum. Penegakan hukum yang berjalan di tempat itu dipicu oleh tindakan aparat penegak hukum yang justru menjadi salah satu pemain penting di balik tambang illegal.
“Sejumlah contoh nyata ihwal keterlibatan aparat keamanan itu, tercermin dari kasus yang menjerat Briptu Hasbudi di Sekatak Buji, Bulungan, Kaltara yang terlibat bisnis tambang emas ilegal, atau anggota polisi yang diduga terlibat menambang timah illegal di Perairan Teluk Kelabat, Belinyu, Bangka, serta kasus anggota polisi yang diduga bermain tambang ilegal di Sungai Walanae, Kebo, Lilirilau, Soppeng, Sulsel,” ungkap JATAM.
Teranyar, lanjut JATAM keterlibatan langsung aparat kepolisian dalam tambang illegal muncul dalam kasus Ismail Bolong, mantan anggota Satintelkam Polresta Samarinda yang terlibat penambangan illegal di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara.
“Maka, polemik aliran dana tambang inlegal dalam Pemilu 2024 mesti mesti ditindak-lanjuti dengan membuka sumber aliran dana, model dan pola transaksi, waktu, serta penerima manfaat dari aliran dana illegal tersebut. Di saat yang sama, dibutuhkan langkah penegakan hukum yang tegas, salah satunya mulai dari institusi penegak hukum seperti Polri itu sendiri,” pungkasnya.