Itong Isnaeni Dipecat Sebagai Hakim PN Surabaya
Berita Baru, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Itong Isnaeni dan panitera pengganti PN Surabaya sebagai tersangka penerima suap pengurusan perkara perdata PT. Soyu Giri Primedika (SGP).
Mahkamah Agung (MA) langsung memberhentikan sementara Itong sebagai Hakim PN Surabaya dan Hamdan sebagai panitera pengganti. Hal ini setelah keduanya menyandang status tersangka KPK.
“Hari ini juga yang bersangkutan berhentikan sementara sebagai hakim dan panitera pengganti,” kata pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pengawasan (Bawas) MA, Dwiarso Budi Santiarto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/1).
Dwiarso menyampaikan, Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah mengirimkan tim untuk memeriksa dan memastikan apakah atasan langsung yaitu Ketua Pengadilan Negeri Surabaya dan panitera Pengadilan Negeri Surabaya telah melakukan pengawasan dan pembinaan.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Maklumat Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 01/Maklumat/KMA/IX/2017 tentang Pengawasan dan Pembinaan Hakim, Aparatur Mahkamah Agung, dan Badan Peradilan di Bawahnya.
“Bahwa Mahkamah Agung terus mengharapkan partisipasi aktif masyarakat untuk bersama-sama menjaga independensi kekuasaan kehakiman dan mengawal terwujudnya badan peradilan yang Agung yg bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme,” tegas Dwiarso.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan, Itong Isnaeni menyandang status tersangka sebagai penerima suap bersama panitera pengganti Pengadilan Negeri Surabaya, Hamdan. Sementara itu, Hendro Kasiono selaku pengacara dari PT. Soyu Giri Primedika (SGP) juga dijadikan tersangka sebagai pihak pemberi suap.
Nawawi menjelaskan, Itong Isnaeni Hidayat selaku Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Surabaya menyidangkan salah satu perkara permohonan terkait pembubaran PT. Soyu Giri Primedika (SGP). Diduga, Hendro Kasiono yang merupakan pengacara PT. SGP diduga telah menyiapkan uang untuk diberikan kepada Hakim yang menangani perkara tersebut.
“Diduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara ini sekitar Rp 1,3 miliar dimulai dari tingkat putusan Pengadilan Negeri sampai tingkat putusan Mahkamah Agung,” ucap Nawawi.
Sementara itu, sebagai langkah awal realisasi dari uang Rp 1,3 miliar dimaksud, Hendro Kasiono menemuia panitera pengganti PN Surabaya, Hamdan. Dalam pertemuan itu meminta agar Hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan tersangka Hendro Kasiono.
Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa proses persidangan perkaranya berjalan sesuai harapan, Hendro Kasiono diduga berulang kali menjalin komunikasi di antaranya melalui sambungan telepon dengan tersangka Hamdan dengan mengunakan istilah ‘upeti’ untuk menyamarkan maksud dari pemberian uang.
“Adapun setiap hasil komunikasi antara tersangka Hendro Kasiono dan tersangka Hamdan, diduga selalu dilaporkan oleh tersangka Hamdan kepada tersangka Itong Isnaeni Hidayat,” papar Nawawi.
Dalam kesempatan ini, lanjut Nawawi, putusan yang diinginkan oleh tersangka Hendro Kasiono di antaranya agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp 50 miliar. Itong disebut bersedia menyampaikan keingin Hendro Kasiono menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang.
Menindaklanjuti hal itu sekitar Januari 2022, Itong Isnaeni Hidayat menginformasikan dan memastikan bahwa permohonan dapat dikabulkan dan meminta tersangka Hamdan untuk menyampaikan kepada tersangka Hendro supaya merealisasikan sejumlah uang yang sudah dijanjikan sebelumnya.
“Tersangka Hamdan segera menyampaikan permintaan tersangka Itong Isnaeni Hidayat kepada tersangka Hendro Kasiono dan pada 19 Januari 2022, uang diserahkan oleh tersangka Hendro Kasiono kepada tersangka Hamdan sejumlah Rp 140 juta yang diperuntukkan bagi tersangka Itong Isnaeni Hidayat,” tegas Nawawi.
Sebagai pemberi Hendro Kasiono disangkakan melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu sebagai pihak penerima, Hamdan dan Itong Isnaeni Hidayat disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.