Upayakan Rekonsiliasi Masyarakat Kelas Bawah, CIF Gelar Diskusi
Beritabaru.co, Jakarta. – Dalam upaya merajut kembali persatuan dan kesatuan pasca pemilihan umum, Cianjur Intelektual Foundation (CIF) mengadakan silaturahmi antar tokoh dan diskusi. Mengambil tema ‘Tegakkan Demokrasi, Selamatkan Bangsa dari Radikalisme dan Hoax’ acara digelar di kafe Depdoo Cianjur, Jumat (19/7).
Kegiatan yang dihadiri oleh 50 peserta lintas pemuda se-wilayah cianjur tersebut, menghadirkan narasumber tokoh lintas organisasi dan lembaga. Mereka yaitu Tatang Basari, Sip (Sekretaris Kesbangpol Cianjur), Wildan Effendi S.Pd.I (Tokoh muda NU), Hilman Wahyudi., S.Pd.I., M.Pd (Ketua Komisioner KPU Cianjur), dan Engkus Kusmayadi, ST serta dipandu oleh moderator Reiman Al Ghozali.
Menurut Ketua Pelaksana sekaligus Ketua CIF, Fardan Abdul Basith, tujuan kegiatan ini adalah terwujudnya rekonsiliasi masyarakat kelas bawah, usai Pemilu.
“Kami berharap dapat terwujud rekonsiliasi di akar rumput, membangun kesadaran akan bahaya hoax yang mengancam konstitusi dan mengantisipasi menguatnya gerakan radikalisme di masyarakat,” katanya dalam pidato sambutan.
Sementara itu, Tatang Basari mengungkapkan bahwa dalam konteks demokrasi, pelaksanaan pemilu di cianjur terlaksana dengan baik dan aman. Ia juga menekankan pentingnya memupuk wawasan kebangsaan menjadi pengetahuan yang fundamental untuk terus ada dalam diri pemuda yang diharapkan dapat meredam potensi konflik.
“Ideology kita, yaitu Pancasila sudah merangkum demokrasi dan kebebasan bagi warga setiap warga negara guna terwujudnya kehidupan sosial yang harmonis. Penarapan nilai-nilai Pancasil, seperti musyawarah mufakat juga sudah dicontohkan oleh para pendahaulu kita,” unngkapnya.
Sedangkan Wildan Effendy berharap, para pemuda harus mampu menjadi kelompok yang membantu dan memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Khususnya dalam menangkal hoax dan mencegah adanya kebenaran tunggal, karena setiap orang pasti memiliki potensi untuk melahirkan kebenaran,” tambah Wildan.
Menyoroti soal radikalisme dan hoax yang berkembang, Hilman Wahyudi sebagai Ketua Komisioner KPU Cianjur berpesan agar masyarakat lebih cermat.
“Menyikapi persolan hoax, terkait dengan benar atau tidak dalam menilai sesuatu, menurut saya yang paling tepat adalah menggunakan pendekatan filsafa–dalam menentukan kriteria kebenara. Semisal menggunakan prinsip dasar kebenaran melauli logika, yaitu tentang hitam dan putih,” pesannya.
Menyoal soal hoax, Engkus Kusmayadi menegaskan Hoax bukanlah barang baru. Menurutnya sekarang lebih masif peredaranya karena perkembangan smartphone.
“Hoax adalah kepalsuan yang sengaja dibuat dan menyamar sebagai kebenaran untuk menghasut. MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa bermuamalah di media social yang diatur dalam fatwa MUI nomor 24 thun 2017 tentang larangan menyebarkan berita bohong. Dalam konteks negara hukum, Indonesia sendiri sudah mengatur persoalan hoax yang tertuang dalam undang-undang ITE tentang hukuman bagi penyebar hoax yang diancam maksimal 6 th penjara dan denda 1 Milyar,” ungkapnya. [Dafit/Siaran Pers]