Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

TNI-Polri Kawal PT GKP Serobot Lahan Warga, JATAM: Tidak Terlepas dari Instruksi Presiden Jokowi

TNI-Polri Kawal PT GKP Serobot Lahan Warga, JATAM: Tidak Terlepas dari Instruksi Presiden Jokowi



Berita Baru, Jakarta – PT Gema Kreasi Perdana (GKP), anak perusahaan Harita Group kembali melakukan penyerobotan lahan milik warga penolak tambang di Roko-Roko Raya, Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara pada Kamis, (3/3).

Jaringan Tambang Nasional (JATAM Nasional) menyayangkan keterlibatan Polri dan TNI dalam pengamanan berpihak pada bisnis tambang PT GKP.  JATAM menilai itu tidak terlepas instruksi Presiden Jokowi kepada Kapolri mengenai pengamanan bisnis/investasi di berbagai daerah.

“Penggunaan kekuatan alat keamanan negara sangat berpotensi menimbulkan pelanggaran-pelanggaran HAM seperti perlakuan intimidatif, tindakan kriminalisasi, menimbulkan rasa takut dan trauma berlebih, serta perlakuan tidak manusiawi lainnya,” ungkap Melky Nahar dari JATAM dalam keteranganya, Kamis (3/3).

Menurut Melky, penyerobotan berulang tanpa ada tindakan hukum apapun menunjukkan betapa aparat kepolisian dan TNI cenderung menjadi centeng korporasi tambang, dari pada mengayomi dan melindungi rakyat itu sendiri. 

“Demikian juga pemerintah pusat dan daerah, alih-alih menindak tegas tindak kejahatan PT GKP, justru turut memfasilitasi, bahkan ada upaya pembiaran sehingga warga berjuang sendirian menyelamatkan tanah-ruang hidupnya,” ungkapnya.

Hal ini, lanjutnya, terlihat dari langkah Pemkab Konkep yang telah meneken MOU (memorandum of understanding) dengan PT GKP ihwal komitmen investasi di Pulau Wawonii pada Kamis, 30 September 2021. 

“MoU ini merupakan tindak lanjut pasca Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Konawe Kepulauan disahkan 2021 lalu, dimana sudah ada alokasi ruang untuk investasi pertambangan di pulau kecil itu,” ujaranya,

“Tak berhenti di situ, Pemkab Konkep melalui Wakil Bupati bahkan ikut berupaya bernegosiasi dengan warga yang menolak, dengan tujuan perusahaan diberi ruang untuk masuk dan mulai menambang,” imbuh Melky.

JATAM menegaskan, tindakan pembiaran dan upaya mendorong investasi tambang di pulau kecil Wawonii, telah mengabaikan hak konstitusi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana yang tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 3/PUU-VIII/2010. 

“Dampaknya, masyarakat kehilangan akses dan melintas ruang hidupnya, terutama terkait aktivitas tambang di daratan yang menghancurkan perkebunan produktif warga, juga pembangunan pelabuhan khusus di pesisir dalam menunjang pertambangan di daratan yang, sesungguhnya tidak mendapat rekomendasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan Sultra, berikut tidak sesuai peruntukan ruang,” terangnya.

Lebih lanjut, Melky menyampaikan beroperasinya PT GKP di pulau kecil Wawonii akan berdampak pada kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan sehat, berikut ekosistem pesisir (mangrove, terumbu karang, lamun dll) akan ikut tercemar dan rusak.

Untuk itu, pihaknya bersama 4 organisasi masyarakat sipil lainnya, yaitu KontraS, YLBHI, LBH Makassar dan KIARA, mendesak Menteri ESDM untuk segera hentikan aktivitas PT GKP, evaluasi segera, dan cabut IUP yang telah diterbitkan.

Selain itu, juga mendesak Menteri KKP untuk segera mengevaluasi Pembangunan pelabuhan khusus lewat penimbunan pantai yang merombak Mangrove dan terumbu karang dan meminta Kapolda Sulawesi Tenggara dan Kapolres Kendari untuk segera tarik seluruh aparat kepolisian dari lokasi.

Melky juga mendorong supaya Kapolri RI menindak-tegas Kapolda Sulawesi Tenggara dan Kapolres Kendari yang membiarkan pasukannya mengawal PT GKP dalam melakukan penerobosan lahan milik warga.

“Mendesak Pangdam XIV/Hasanuddin untuk menarik seluruh pasukannya dan menghukum dengan maksimal atas upaya tindakan perbantuan penyerobotan lahan di pulau Wawonii oleh perusahaan tambang PT. GKP,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, Melky juga mendorong Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Komnas Anak untuk segera lakukan investigasi atas dugaan tindak kejahatan kemanusiaan yang dilakukan PT GKP dan aparat kepolisian di Sulawesi Tenggara.

“Mendesak Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Konawe Kepulauan untuk menjalankan amanat UU nomor 7 tahun 2016 terkait Perlindungan dan Pemberdayaan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil,” tukasnya.