Taliban Melarang Keras Demonstrasi Tanpa Izin Resmi
Berita Baru, Internasional – Taliban telah mengambil langkah keras atas meningkatnya protes terhadap kekuasaannya, melarang penggunaan slogan pembangkangan dan demonstrasi apa pun yang tidak memiliki izin resmi.
Dalam dekrit pertama yang dikeluarkan oleh kementerian dalam negeri baru kelompok mujahidin, Taliban memperingatkan bahwa demonstran harus mendapatkan izin sebelum protes atau menghadapi “konsekuensi hukum yang berat.”
Seperti dilansir dari The Guardian, pernyataan tersebut resmi dikeluarkan pada hari Rabu (8/9), setelah konfrontasi kekerasan antara pejuang Taliban dan demonstran di beberapa kota sejak kelompok itu berkuasa, dengan perempuan sering berada di garis depan protes.
Di ibu kota Kabul, unjuk rasa kecil dengan cepat dibubarkan oleh keamanan bersenjata Taliban, sementara media Afghanistan melaporkan protes di kota timur laut Faizabad juga dibubarkan.
Pada hari Selasa (7/9), ratusan pemrotes baik di ibukota dan di kota Heart dibubarkan, dua orang di antaranya ditembak mati di lokasi.
Larangan protes muncul usai Taliban dengan cepat mengkonsolidasikan cengkeramannya pada kekuasaan, setelah penaklukan baru-baru ini atas daerah-daerah perlawanan terakhir di Lembah Panshjir, utara Kabul.
Menteri luar negeri AS, Antony Blinken, membuat pernyataan bersama menteri luar negeri Jerman, Heiko Maas, meminta Taliban untuk mengizinkan penerbangan charter yang membawa orang Amerika dan warga Afghanistan yang berisiko beranjak dari negara itu.
Maas dan Blinken telah memimpin pertemuan virtual dengan 20 negara yang mendukung upaya AS untuk menekan Taliban agar bekerja sama dalam perjalanan bebas warga negara asing dan warga Afghanistan yang ingin pergi.
Maas mengatakan, susunan pemerintahan baru memperlihatkan minimnya sinyal untuk melakukan kerja sama dan stabilitas internasional di Afghanistan. Harus jelas bagi Taliban bahwa isolasi internasional bukan untuk kepentingannya, dan terutama bukan kepentingan rakyat Afghanistan.
Uni Eropa juga bergabung dengan kritik terhadap pemerintah baru karena kurangnya inklusi dengan menyebut bahwa mujahidin gagal menepati sumpahnya.
“Setelah analisis awal dari nama-nama yang diumumkan, itu tidak terlihat seperti formasi inklusif dan representatif dalam hal keragaman etnis dan agama yang kaya di Afghanistan yang kami harapkan untuk dilihat dan bahwa Taliban menjanjikan selama beberapa minggu terakhir,” kata juru bicara Uni Eropa.
Negara-negara yang menyambut pemerintahan baru Afghanistan
Sementara banyak negara yang melemparkan kritik, Jerman, China, dan Jepang memberi sambutan hangat kepada pemerintah Taliban di Afghanistan, setelah perampasan kilat militan Islam di Kabul bulan lalu.
Larangan protes mengindikasikan minimnya minat Taliban pada isu hak-hak perempuan hingga kebebasan berekspresi, yang ditandai oleh aturannya yang keras.
Dalam sebuah wawancara dengan penyiar Australia SBS, wakil kepala komisi budaya Taliban, Ahmadullah Wasiq, mengatakan olahraga wanita dianggap tidak pantas dan tidak perlu.
“Saya kira perempuan tidak boleh bermain kriket karena perempuan tidak harus bermain kriket,” kata Wasiq. “Dalam kriket, mereka mungkin menghadapi situasi di mana wajah dan tubuh mereka tidak tertutup. Islam tidak mengizinkan wanita seperti ini.
“Ini adalah era media, dan akan ada foto dan video, dan kemudian orang-orang menontonnya. Islam dan Imarah Islam tidak mengizinkan wanita bermain kriket atau olahraga yang membuat mereka terekspos.”