Sepanjang 2020 Angka Perampasan Tanah Tercatat Naik
Berita Baru, Jakarta – Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika mengatakan, perampasan tanah berskala besar di tahun 2020 tidak menurun dan angkanya tetap tinggi.
“Sebaliknya 2020, di tengah minusnya perekonomian nasional dan penerapan PSBB, justru perampasan tanah berskala besar tidak menurun, tetap tinggi, cara-caranya makin tak terkendali,” kata Dewi dalam Catahu 2020 KPA: Pandemi Covid-19 dan Perampasan Tanah Berskala Besar, Rabu (6/1).
Laporan Konflik Agraria Tahun 2020 memperlihatkan anomali wajah konflik agraria di tengah perekonomian yang mengalami minus pertumbuhan. Biasanya, di tengah perekonomian yang mengalami resesi, konflik agraria layaknya juga mengalami trend menurun.
Menurut laporan tersebut sebabnya adalah rencana investasi dan ekspansi bisnis berskala besar yang bersifat ‘lapar tanah’ menahan diri, melakukan efisiensi bisnis, modal berkurang signifikan, atau bahkan mengalami kolaps.
“Situasi di atas menjadi anomali di tengah resesi ekonomi yang melanda hampir sepanjang tahun. Sebagai perbandingan, pada periode April-September tahun 2019 perekonomian kita mencatat pertumbuhan sebesar 5,01 persen, dan letusan konflik agraria pada periode tersebut tercatat sebanyak 133 letusan konflik,” ujar Dewi.
Sementara itu, pada periode yang sama pada 2020, di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai minus 4,4 persen, ternyata letusan konflik agraria tercatat sebanyak 138. Ternyata, meskipun krisis dan PSBB berlangsung, investasi dan kegiatan bisnis berbasis agraria tetap bekerja secara masif dan represif.
Menurut Dewi, pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi ternyata tidak menghambat laju perampasan tanah. Di tengah resesi ekonomi rakyat, badan-badan usaha swasta dan negara tidak bisa mengendalikan diri.
“Justru menjadikan krisis dan pembatasan gerak rakyat, sebagai peluang untuk menggusur masyarakat dari tanahnya, dari syarat-syarat keberlangsungan hidupnya,” tandas Dewi.