SDGs Desa Jadi Arah Kebijakan Pembangunan Desa hingga 2030
Berita Baru, Surabaya – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menegaskan Sustainable Deveopment Goals (SDGs) Desa menjadi arah kebijakan pembangunan desa hingga 2030.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) selanjutnya melokalkan SDGs menjadi SDGs Desa untuk mempermudah pengukuran hasil, manfaat, dan dampak pembangunan.
Ikon SDGs dilokalkan dalam SDGs Desa agar warga desa bisa langsung memahaminya. Seperti pengurangan kemiskinan lebih mudah dipahami oleh ikon tabungan, dibandingkan ikon global yang kerap disalahpahami semirip program keluarga berencana.
“SDGs Desa menjadi arah kebijakan pembangunan desa sampai 2030. Ini ditetapkan dalam Permendesa PDTT Nomor 21/2020,” kata Mendes PDTT yang akrab disapa Gus Halim dalam Inagurasi Deepening Desa Brilian 2022 di Universitas Airlangga, Surabaya, Jatim, Kamis (14/7/2022).
Dalam paparannya, Gus Halim menjelaskan bahwa secara faktual, peran ekonomi desa bagi Indonesia adalah sebagai bantalan atau buffer keadilan ekonomi.
Ekonomi Desa yang tumbuh secara berkelanjutan mengemuka justru pada saat krisis ekonomi modern menimpa bangsa. Di antaranya teruji saat krisis moneter pada 1997-1999, dan kontraksi ekonomi sebagai dampak langsung pandemi Covid-19 pada 2020-2021.
Dengan memperhitungkan pertumbuhan sektor pertanian yang hampir seluruhnya diproduksi dari desa, maka nilai tambahnya diketahui tetap tumbuh 1,77 persen. Di saat yang sama ekonomi nasional terkontraksi minus 2,07 persen pada 2020.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi pertanian pada tahun 2021 meningkat menjadi 1,84 persen, saat ekonomi nasional mulai tumbuh menjadi 3,69 persen. Pada triwulan pertama tahun 2022 saja, ekonomi pertanian tetap tumbuh 1,16 persen.
Keadilan ekonomi juga ditunjukkan oleh peran desa dalam pemerataan kue pembangunan.
Gus Halim memaparkan, sepanjang 2019-2021, Indeks Gini di perdesaan berturut-turut 0,315; 0,319 lalu turun hingga masa sebelum pandemi menjadi 0,314. Padahal di perkotaan Indeks Gini masih bertengger di 0,391; naik 0,399, dan hanya turun sedikit menjadi 0,398 pada 2021.
Tak kalah penting, demokratisasi data SDGs Desa ditunjukkan mulai dari data dari desa, yaitu informasi dikumpulkan dari pemerintah desa, rukun tetangga, keluarga, hingga warga desa.
Mendes PDTT menjelaskan, adagium data oleh desa diwujudkan dengan pembentukan Pokja Relawan Pendataan Desa, yaitu para pendata dari warga di rukun tetangga yang sama.
“Adagium data untuk desa terwujud dengan menempatkan hanya wali data di desa satu-satunya pemangku data by name by address warga dan keluarga, juga informasi wilayah rukun tetangga dan ekologi desa. Hanya admin desa yang dapat membuka rincian data itu, bukan pihak lain,” urai peraih Doktor Honoris Causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini.
Semangat daulat data desa hingga saat ini menghasilkan kompilasi data rinci 95.003.839 warga, 28.184.683 keluarga, dan 327.279 rukun tetangga, di 62.395 desa.
Gus Halim menambahkan, teknologi informasi tidak hanya digunakan untuk mengumpulkan data, namun sekaligus pengolahan, rekomendasi kegiatan desa, hingga monitoring hasil pelaksanaannya.
Data SDGs Desa menginformasikan, saat ini diketahui kebutuhan atau demand pekerjaan formal berlaku bagi 3.039.192 warga desa. Untuk menumbuhkan ekonomi desa secara berkelanjutan, SDGs Desa juga menunjukkan kebutuhan pelatihan kerja bagi 2.295.148 angkatan kerja baru dari desa.
Algoritma SDGs Desa juga rekomendasikan rencana aksi SDGs Desa pada level desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
Karena berupa data by name by address, juga by socio-economic and ecological condition, maka algoritma rekomendasi langsung menunjuk masing-masing warga desa yang membutuhkan pengembangan ekonomi, serta peluang pembentukan kelompok usaha ekonomi produktif menurut lokasi RT, sebagai tempat tinggal tenaga kerja di desa.
Meskipun algoritma berhasil mengolah, menganalisis, hingga menyimpulkan rekomendasi Rencana Aksi atau Peta Jalan SDGs Desa sampai 2030, namun keputusan akhir penerapannya tetap pada Musyawarah Desa.
Seluruh algoritma itu hanya berperan sebagaimana tenaga ahli bagi desa, mempermudah desa dalam mengelola data besar di wilayahnya sendiri.
Turut hadir dalam acara itu Rektor Universitas Airlangga, Muhammad Nasih; Kepala BPSDM, Luthfiyah Nurlela; dan Kepala Badan Pengembangan Informasi, Ivanovich Agusta; serta Wakil Gubernur Jatim, Emir Dardak yang hadir secara virtual.