Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

RUU Ciptaker: Pemerintah Dituding Pentingkan Investor ketimbang Lingkungan

RUU Ciptaker: Pemerintah Dituding Pentingkan Investor ketimbang Lingkungan



Berita Baru, Jakarta – Rencana Indonesia untuk mengendurkan peraturan lingkungan agar bisa mendorong investasi, menuai kritik dari para aktivis. Para aktivis menyebut bahwa pemerintah lebih mementingkan investor ketimbang melindungi lingkungan dan alam Indonesia yang kaya raya.

RUU Cipta Lapangan Kerja (RUU Ciptaker) pada hari Rabu (12/2) telah diajukan. RUU Ciptaker itu bertujuan membuka industri, memudahkan perusahaan dalam meloloskan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) serta memudahkan aturan tentang penambangan batu bara.

Pengajuan RUU Ciptaker itu merupakan bagian dari RUU “Omnibus Law.” RUU Omnibus Law sendiri merupakan RUU yang diprioritaskan oleh Presiden Joko Widodo untuk mengubah sejumlah Undang-Undang yang sudah ada, dalam upayanya memotong celah birokrasi dan menarik investasi ke ke dalam ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Jenis-jenis usaha yang memerlukan AMDAL tidak akan lagi ditentukan dan tunduk pada regulasi tingkat bawah yang terpisah.

Sebelumnya, perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam harus melakukan AMDAL. Peraturan itu dimaksudkan untuk menilai dampak usaha dari perusahaan itu terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.

RUU Ciptaker ini juga menghilangkan semua penyebutan persyaratan AMDAL dalam UU Perkebunan 2014. UU Perkebunan sendiri sering disalahkan sebagai penyebab deforestasi (penghilangan hutan alam) di Indonesia, terutama untuk budidaya kelapa sawit. Indonesia sendiri merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

Para pengusaha telah mendukung undang-undang baru ini. Namun Asep Komarudin selaku juru kampanye Hutan Greenpeace, mengatakan bahwa adanya dukungan para pengusaha tersebut berarti mereka sekarang mungkin tidak mempertimbangkan “kompleksitas lingkungan, sosial dan kesehatan investasi pada tingkat lokasi usaha.”

“Ini dapat mengarah pada akumulasi dampak (lingkungan) yang tidak dikelola dan bahkan mengarah pada bencana ekologis.” kata Komarudin sembari mengingatkan terjadinya kebakaran hutan tahun lalu di Kalimantan dan Sumatra, lalu terjadinya banjir di Jakarta pada Januari dan kekeringan di bagian tenggara Indonesia.

Sebagai bagian dari Omnibus Law, pemerintah juga berupaya untuk menghapus peraturan terkait proses gugatan dan keberatan warga atau penduduk setempat yang terkena dampak investasi terhadap perusahaan selama proses izin AMDAL.

Dalam sebuah wawancara dengan BBC minggu ini, Presiden Jokowi tetap mempertahankan RUU Omnibus Law dengan mengatakan bahwa ia peduli terhadap lingkungan, namun “Kita memprioritaskan hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi terlebih dahulu karena masyarakat membutuhkan pekerjaan.”

Sekitar dua juta orang memasuki pasar kerja setiap tahun di Indonesia yang berpenduduk lebih dari 260 juta orang.

Asfinawati selaku Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia mengatakan bahwa RUU yang baru berfokus pada mengejar profitabilitas daripada memastikan penghormatan terhadap hukum, hak asasi manusia dan praktik berkelanjutan.

Asfinawati juga mengatakan via pesan teks bahwa “Penerapan izin dari pemain bisnis besar sedang diprioritaskan.”

RUU ini melonggarkan aturan tentang penambangan batu bara, termasuk penghapusan batas luas wilayah IUP 15.000 hektar (37.000 hektar) pemegang lisensi penambangan khusus dan insentif untuk penambang yang berinvestasi dalam bisnis batu bara, seperti gasifikasi.

Indonesia adalah pengekspor batu bara thermal (thermal coal) terbesar di dunia dan bahan bakar minyak (BBM) menyumbang sekitar 60 persen dari campuran energinya, meskipun ada opsi untuk menggunakan lebih banyak energi terbarukan.

“Sebagian besar Negara di dunia tampaknya tidak membicarakan apa pun kecuali perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon. Namun, di sini kita menggelar karpet merah untuk para penambang batu bara di bawah Omnibus Law,” ujar seorang mantan menteri kabinet, yang menolak disebutkan namanya.