Ratna Juwita Minta Pemerintah Tidak Menaikkan Harga Gas
Berita Baru, Jakarta – Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR Ri) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktorat Jenderal Migas – Kementerian ESDM, SKK Migas, dan BPH Migas, dan PT Pupuk Indonesia, pada Kamis (5/12) di Kompleks Senayan Jakarta.
RDP yang dijadwal sejak pukul 10.00 WIB tersebut dalam rangka membahas pasokan, kebutuhan dan harga gas bumi untuk industri petrokimia dan pupuk.
PT Pupuk Indonesia Group menyampaikan bahwa perusahaan holding tersebut masih kesulitan mendapatkan alokasi gas jangka panjang, kecenderungan suplay gas semakin menurun, harga gas masih melebihi harga keekonomian pabrik, dan mayoritas kontrak akan segera habis pada 2021-2022 mendatang.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKB, Ratna Juwita Sari menanggapi keempat isu tersebut secara analitis.
Politisi muda dari Daerah Pemilihan Jawa Timur IX (Tuban-Bojonegoro) itupun menguraikan bahwa sebenarnya produksi gas bumi nasional adalah setara dengan dua kali lipat kebutuhan domestik untuk seluruh sektor, baik industri maupun pelanggan rumah tangga serta pelanggan kecil.
“Coba kita lihat data, anggap saja produksi saat ini 7000 mmscfd, forecasting kebutuhan industri 2.115 mmscfd, itu baru 35% dari produksi”. Tuturnya sambil berbincang dengan Beritabaru.co di kompleks senayan.
Yang membuat kebutuhan industri tersebut tidak dapat dipenuhi, lanjut Ratna, karena produsen masih mengekspor sebesar 39,07%, khususunya yang dikelola oleh perusahaan luar. Karena Pertamina hanya menguasai produksi sebesar rata-rata 13% saja.
Ketika RDP masih berlangsung, Ratna Juwita juga menyinggung efektivitas pemberlakuan Perpres No. 40/2016 yang telah menyebutkan klausul insentif harga paling tinggi USD6/MMBTU bagi 7 (tujuh) pelaku industri prioritas seperti pupuk, Petrokimia, baja, kaca dan sebagainya. Hal itu merespon keluhan pelaku usaha swasta dan juga PT PI Group yang menganggap harga gas masih melebihi harga keekonomian industri.
“Wacana kenaikan harga gas harus dihentikan. Pemerintah harus menjalankan amanah Perpres 40/2016. Dengan begitu, biaya produksi pupuk jadi efisien, dan harga jual tidak memberatkan petani”. Ucap Ratna lugas.
Lebih lanjut ia menuturkan, jika harga gas industri tidak melampaui keekonomian industri, maka akan mampu mempercepat konversi penggunaan minyak bumi ke gas secara nasional, sehingga defisit neraca perdagangan dapat dipersempit dan devisa juga dapat dihemat.
Menyinggung defisit pasokan gas bumi di Jawa Timur, ia meminta agar Ditjen Migas – Kementerian ESDM, SKK Migas, dan BPH Migas untuk melihat potensi gas yang dapat segera diproduksi di Kabupaten Tuban.
“Defisit pasokan di Jatim seharusnya dapat dipenuhi dengan pengembangan ‘potensi gas terbukti’ di dua titik lepas pantai (Offshore) Tuban”. Saran Ratna.