Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Putusan Mati Ferdy Sambo, IPW: Vonis yang Problematik
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. (Foto: Istimewa)

Putusan Mati Ferdy Sambo, IPW: Vonis yang Problematik



Berita Baru, Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) menilai bahwa hukuman mati yang dijatuhkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana kasus pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo merupakan vonis yang problematik.

Pasalnya, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menilai perbuatan Sambo memang kejam tapi tidak sadis. Menurut Sugeng, hakim juga seharusnya dapat mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan hukuman.

“Meliputi sikap Ferdy Sambo yang sopan serta catatan pengabdian dan prestasi selama menjabat. Putusan mati ini adalah putusan karena tekanan publik akibat pemberitaan yang masif dan hakim tidak dapat melepaskan diri dari tekanan tersebut,” kata Sugeng, sebagaimana dikutip dari Detik.com, Selasa (14/2).

Selain IPW, pandangan penolakan hukuman mati terhadap Ferdy Sambo juga datang dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Komnas HAM, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Mereka menilai hukuman mati seharusnya di hapus.

“Komnas HAM memandang bahwa penggunaan hukuman mati dalam pemidanaan seharusnya dihapus dari sistem hukum di Indonesia,” kata Komisioner Komnas HAM, Hari Kurniawan dalam keterangannya yang dikutip, Selasa (14/2).

Sementara itu, KontraS menyatakan vonis mati terhadap Ferdy Sambo tidak sesuai dengan semangat moratorium terhadap eksekusi mati sejak 2016. Meski, moratorium hukuman mati itu belum secara tertulis diteken oleh pemerintah. 

Namun, lanjutnya, secara fakta sejak 2017 hukuman mati belum pernah lagi diterapkan di Indonesia. Fatia mengatakan kritik KontraS ini tidak hanya berlaku untuk kasus Sambo. Sehingga KontraS, kata dia, menolak semua hukuman mati kepada siapa pun.

Sehingga KontraS, kata dia, menolak semua hukuman mati kepada siapa pun. “Penting untuk melihat bahwa penghapusan hukuman mati bukan berarti mendukung tindakan kriminal,” kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.

Adapun Ketua Umum PGI, Pendeta Gomar Gultom menyatakan, meski menghargai putusan PN Jakarta Selatan terhadap Ferdy Sambo, pihaknya memandang vonis mati melampaui kewajaran. Pendapat PGI didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan. 

“Hukuman mati adalah sebuah keputusan yang berlebihan mengingat Tuhanlah Pemberi, Pencipta dan Pemelihara Kehidupan,” kata Pendeta Gomar Gultom, dalam keterangan tertulisnya.

“Dengan demikian, hak untuk hidup merupakan nilai yang harus dijunjung tinggi oleh umat manusia. Dan karenanya, hanya Tuhan yang memiliki hak mutlak untuk mencabutnya,” sambung Gomar Gultom.

Menurutnya, negara memang mempunyai kewajiban untuk menegakkan hukum, namun disatu sisi penegakan hukum oleh negara harus memelihara kehidupan. Segala bentuk hukuman harus membuat manusia berpeluang kembali ke jalan yang benar.

“Peluang memperbaiki diri seperti itu bakal tertutup bila hukuman mati diterapkan. Terlebih, Indonesia telah meratifikasi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik yang menyatakan dukungan terhadap HAM,” tegas Pendeta Gomar Gultom.

Vonis Mati Ferdy Sambo

Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memvonis eks Kadiv Proram Polri, Ferdy Sambo dengan pidana mati. Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso pada sidang putusan kasus pembunuhan Brigadir Joshua, Senin (13/2).

Majelis Hakim menyebut eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo telah terbukti sengaja melakukan pembunuhan. Hal itu yang pada akhirnya membuatnya menembak mati Nopriansah Yosua Hutabarat.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati” ujar Majelis Hakim.

Diketahui, kasus pembunuhan berencana Brigadir J terjadi pada 8 Juli 2022 lalu. Pembunuhan Brigadir J tersebut dilakukan oleh eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo bersama sejumlah anak buah dan ajudannya.  Dalam perkara tersebut, terdapat lima orang terdakwa yang kini sudah disidangkan. 

Adapun kelima terdakwa tersebut adalah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi selaku istri dari Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf selaku asisten rumah tangga Sambo-Putri, Ricky Rizal dan Richard Eliezer Pudihang selaku bawahan dan ajudan Sambo di kepolisian.