Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

DKI

Pusat dan DKI Ribut Soal Bansos COVID-19, CSO: Rakyat Jadi Korban



Berita Baru, Jakarta – Merebaknya corona virus disease 2019 atau Covid -19 bukan saja membuat banyak orang merasa tegang secara psikologis, tapi juga dapat memicu ketegangan politik. Setidaknya, hal itu yang nampak di Provinsi DKI Jakarta.

Hubungan Pemerintah DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat kerap tegang dalam hal menyikapi wabah Covid-19. Terakhir adalah soal data bantuan sosial (Bansos) yang akan diluncurkan oleh pemerintah pusat seiring dengan diberlakukannya ketentuan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB).

Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Badiul Hadi, menyebut kisruh tersebut dipicu oleh perbedaan data penerima manfaat bantuan sosial antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat.

“Idealnya ada pemutakhiran data sebelum dilakukan distribusi bantuan. Data kemiskinan DKI Jakarta di sinkronkan dengan data penerima bantuan dari Kemensos, setelah itu baru ditentukan berapa yang di cover pemerintah daerah dan berapa yang di cover pemerintah pusat”. Jelas Badiul.

Selain itu, ia juga menyebut Pemprov DKI Jakarta nampak kurang serius, kurang terbuka dan kurang teratur dalam penetapan kebijakan anggaran penanganan COVID-19.

“Proses refocusing anggaran harus dibarengi dengan keterbukaan informasi yang baik terutama bagi masyarakat. Informasi inklusif sangat penting agar seluruh elemen tahu anggaran penanganan Covid-19”. Tandasnya.

Senada dengan itu, Direktur Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam, menilai bahwa kebijakan anggaran penanganan Covid-19 di DKI Jakarta masih belum jelas, meski sebelumnya sempat tersiar kabar Pemprov DKI akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp10,64 triliun.

“Kebijakan ini sampai sekarang belum jelas. Kemungkinan Pemprov DKI Jakarta belum menyelesaikan penyesuaian APBD untuk penanganan wabah Covid-19. Sehingga belum diketahui seberapa besar anggaran yang disiapkan untuk pendanaan kesehatan dan jaring pengaman sosial terkait Covid-19 ini”. Ungkap Roy.

Dalam catatan IBC, hingga saat ini belum ada ketetapan, baik berupa Perda atau Pergub tentang Perubahan APBD Tahun 2020 yang memuat hasil penyesuaian. Menurut Roy Pemprov DKI masih bimbang untuk menentukan komponen belanja apa yang akan dipotong atau dikurangi, karena potensi penurunan PAD tahun ini yang cukup besar.

Namun begitu Roy menyayangkan keterlambatan penetapan anggaran COVID-19 di DKI Jakarta, karena sebenarnya daerah telah memiliki alokasi hibah dan bantuan sosial yang bisa dipakai, tapi masih dibiarkan.

“Saat ini belanja hibah dan bantuan social yang niilanya Rp7,38 triliun belum dibelanjakan sama sekali oleh Pemprov DKI Jakarta”. Lanjut Roy.

Terkait konflik yang terjadi antara pusat dan DKI Jakarta, Roy menilai penyebab utamanya berkaitan dengan soal data yang belum beres. Karena, sebelumnya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sudah menjanjikan kepada Pemerintah Pusat untuk menyediakan data penerima bansos yang berbeda, antara bansos dari APBN dan bansos dari APBD DKI Jakarta.

Sementara itu Direktur Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti, meminta agar semua pihak, khususnya pemerintah pusat ataupun daerah, tidak menjadikan Covid-19 sebagai panggung mencari popularitas untuk tujuan politik.

“Masalah Covid-19 ini harus ditangani bersama. Kita semua membutuhkan satu sikap dan keputusan yang cepat, tapi bukan sembrono, apalagi hanya sekedar tampil memukau dihadapan masyarakat”. Tegas Ray.

Menurutnya, berbagai klaim pemerintah pusat tak sepenuhnya salah. Sebut saja soal data yang tumpang tindih. Faktanya sekarang data yang paling diakui warga DKI Jakarta penerima bansos hanya 2.153.196 kepala keluarga. Jauh berkurang dari data yang disebutkan sebelumnya yakni sekitar 2.6 juta keluarga. Begitu juga dengan kemampuan membiayai Pemprov DKI Jakarta untuk bansos ketiga dan seterusnya.

“Sejauh yang kita pahami, belum terdengar ada alokasi dana dari DKI untuk bansos tahap tiga dan seterusnya. Persoalan kurang bayar DBH dari pemerintah pusat sebenarnya tidak menjadi kendala utama Pemprov DKI untuk mengalokasikan dana bansos”. Tandas Ray

Hubungan yang kurang baik dan tidak harmonis antara Pemerintah Pusat dan DKI Jakarta tersebut juga mendapat perhatian serius dari Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi), Jeirry Sumampow. Ia menilai terjadinya konflik tersebut telah membuat program bantuan sosial menjadi terkendala.

“Saling tuding, saling menyalahkan dan saling lepas tangan pembiayaan terhadap program bantuan sosial untuk sebagian warga di DKI merupakan wujud dari hubungan yang tidak harmonis itu. Sedihnya, rakyat yang lalu menjadi korban”. Ungkap Jeirry.

Jeirry menjelaskan bahwa polemic tersebut telah mengorbankan kepentingan masyarakat, karena bantuan sosial terhambat di tengah larangan keluar rumah untuk mencari nafkah, dan sejumlah pembatasan lainnya membuat rakyat makin menderita.

“Karena itu, polemik bantuan sosial dan ketegangan relasi yang ditunjukkan elit Pemerintah Pusat dan DKI Jakarta bukan tontonan yang patut dalam suasana dimana rakyat sedang sudah”. Terang Jeirry.

Begitu juga, lanjut Jeirry, saling rebut simpatik rakyat dalam program bantuan sosial Covid-19 merupakan tindakan tak bermoral. [Hp]