Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PSP2M UB Gelar Bedah Buku Menuju Aswaja Materialis

PSP2M UB Gelar Bedah Buku Menuju Aswaja Materialis



Berita Baru, Malang – Pusat Studi Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat (PSP2M), Universitas Brawijaya, menggelar kegiatan bedah buku “Menuju Aswaja Materialis (Aswaja, Sains Marxisme dan Post Moderatisme Islam)” karya Moh Roychan Fajar pada Selasa (6/7/2021). Kegiatan yang diselenggarakan bekerja sama dengan LSF Nahdliyin, Oase Institute dan Gubuk Tulis ini dilaksanakan secara daring untuk membedah konsepsi Aswaja berdasarkan perspektif Sains Marxisme dan Post Moderatisme.

“Pada buku ini terdapat upaya membangun aswaja agar lebih progresif dengan problem ekspansi yang beragam bentuk, yang selama ini menyebabkan masalah-masalah ekonomi-politik,” tutur Roychan, sapaan akrab Moh. Royhan Fajar.

Lebih lanjut, Roychan mengatakan bahwa buku ini lahir dari kegelisahan tentang penafsiran aswaja yang mengalami kemandulan untuk merespon problem ekonomi politik yang sarat hegemoni dan keberpihakan pada agenda politik.

Mohamad Anas, pembedah sekaligus Direktur Pusat Studi Pesantren dan Pemberdayaan Universitas Brawijaya memberikan kritik tajam atas buku ini. Anas memberikan beberapa kritik mendasar terkait posisi aswaja yang tidak diulas secar utuh ataukah memang belum mempunyai kerangka epistemology yang kuat.

“Apakah sebetulnya pada ranah ontologi atau pistemologi, ataukah ranah aksiologi yang terkait dengan pada relasi ekonomi-politik. Jika posisi aswaja tidak ‘dibongkar’ secara utuh dari masa ke masa, bagaimana mungkin melakukan kritik yang tepat sasaran?” kritik Anas.

Menurutnya, satu-satunya elaborasi yang dilakukan untuk ‘menyatupadukan’ antara aswaja dengan sains marxis adalah pada gagasan mengenai materialism-transendental yang, di mana hal ini manurut Anas, cukup problematis.

“Pada sisi lain, terdapat ‘keterputusan’ epistemologis karena Saudara Fajar tanpa jembatan lalu masuk pada upaya mengalihkan isu ontologis aswaja bergeser pada isu teologi pembebasan sebagai upaya menyelesaikan problem neo-liberalisme, penindasan, dan seterusnya,” lanjutnya.

“Hal yang cukup menarik bagi saya dalam buku ini elaborasi perihal moderatisme Islam yang ditengarai sebagai wacana dominan yang terus menerus direproduksi, menjadi wacana elite, atau bahkan ironis ketika hal tersebut digunakan untuk mengampanyekan NKRI harga mati oleh pemerintah yang dianggap mendapat legitimasi dari tafsir aswaja yang bercorak ‘moderat’. Apapun, dari berbagai kelemahan buku ini, pendekatan sains marxis dalam membaca aswaja di tengah ‘stagnasi’, serta upaya pembacaan yang atas tafsir aswaja layak untuk diapresiasi,” terang Mohamad Anas.

Sejalan dengan Mohamad Anas, Fahmy Farid Purnama, pembedah selanjutnya sekaligus penulis buku Ontosofi Ibn Arabi, juga menyampaikan kritik terkait problem historis dan perlunya upaya lebih lanjut untuk menjernihkan relasi Ketuhanan dan Kemanusiaan.

“Buku ini menarik karena penulis masuk dalam medan problematik dam menjadi penting sebagai salah satu upaya untuk memberikan landasan tentang tafsir aswaja. Namun, penafsirannya di sini masih cenderung kasar karena perdebatan cenderung elitis dan belum memberikan uraian historis tentang aswaja. Sehingga terdapat kecurigaan bahwa penulis masuk pada problem marxis dan bukan pada aswaja. Selain itu, perlu dijernihkan pula terkait relasi realitas ketuhanan dan realitas kemanusiaan,” tutur Fahmy

“Buku ini menarik sebagai pembaharuan problem alienasi, sebagai penafsiran Sains-Marxis sangat menarik, namun akan lebih menarik lagi jika terdapat upaya penjernihan terkait problem historis dan relasi ketuhanan serta kemanusiaan,” lanjut Fahmy.

Sebagai pemungkas diskusi, Roychan juga menjelaskan bahwa buku ini berusaha mengarahkan agar Nahdliyin lebih terbuka dan kontemporer, karena Aswaja dan Marxisme pada level teoritik sangat relevan dan berusaha menjahit Sains-Marxisme dalam 3 dimensi. “Buku ini hadir membawa perubahan baru, Aswaja dalam konsepnya tidak berubah, Marxisme dihadirkan sebagai upaya untuk melihat masalah kontemporer saat ini. Aswaja materialis sebagai perspektif problem saat ini tentang hegemoni kapitalisme,” kata Roychan dalam memberikan tanggapan.

Di akhir acara, Syaiful Anam yang bertindak sebagai moderator pada acara bedah ini memberikan kesimpulan bahwa “perlu kiranya memperdalam isu-isu mendasar yang terkait dengan tafsir Aswaja dalam rangka mematerialkannya pada level praksis”, tutur Syaiful dalam memberikan kata penutup.