Presiden Duterte Mengancam akan Bunuh Pasien COVID-19
Berita Baru, Internasional — Pasien COVID-19 di Filipina diancam Presiden Rodrigo Duterte akan dibunuh. Ancaman itu muncul setelah para dokter mengkhawatirkan adanya fasilitas kesehatan.
Dilansir dari Al Jazeera, Senin (3/8) awalnya, Duterte mengemukakan mengenai kelelahan para tenaga medis sebelum perintah lockdown diumumkan.
“Saya sudah mendengar. Jangan kehilangan harapan. Kami sadar Anda lelah,” terang Duterte saat berpidato dan disiarkan televisi lokal.
Saat ini, Filipina sendiri tercatat memiliki 5.032 kasus, termasuk tambahan hari Minggu (2/8), peningkatan kasus itu menjadi yang terbesar. Dengan membawa jumlah kasus infeksi COVID-19 103.185 kasus. Sedangkan korban jiwa naik 20 orang, dan total 2.059 orang.
Duterte pun menyetujui untuk mempekerjakan 10.000 profesional medis yang ditambahkan saat ini dan manfaat tambahan bagi petugas kesehatan dalam rangka merawat pasien.
Akan tetapi, dalam pesannya, Duterte mencerca para dokter yang mengungkapkan kekhawatirannya mengenai situasi dan sistem kesehatan Filipina. Bahkan, Duterte menantang mereka untuk “mendeklarasikan sebuah revolusi”.
“Anda benar-benar tidak mengenal saya. Anda ingin revolusi? Kalau begitu katakan. Silakan, coba saja. Kami akan menghancurkan segalanya. Kami akan membunuh semua orang yang terinfeksi COVID,” begitu kalimat yang diucapkannya dengan nada marah.
Sebelum itu, diberitakan oleh Associated Press dan Reuters, Senin (3/8), juru bicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, mengatakan bahwa lockdown ketat disebut ‘Modified Enhanced Community Quarantine’ (MECQ) akan diterapkan di Metro Manila juga provinsi sekitarnya, seperti Laguna, Caviet, Rizal dan Bulacan.
Sekarang ini, Manila berada dalam status Karantina Masyarakat Umum yang tidak sedikit melonggarkan pergerakan warga. Lanjut Roque, lockdown lebih ketat akan diberlakukan selama dua pekan, mulai Selasa (4/8) waktu setempat hingga 18 Agustus mendatang.
Otoritas Filipina juga bermaksud melakukan pembatasan untuk aktivitas warga dengan surat izin bekerja dan surat jalan ketika karantina dan lockdown diterapkan.
Keputusan memberlakukan kembali lockdown lebih ketat ini diambil Duterte usai nyaris 100 organisasi medis menggelar konferensi pers virtual, yang tergolong unik, Sabtu (1/8) waktu setempat dalam rangka memperingatkan bahwa sistem kesehatan dinilai kewalahan, mengingat lonjakan kasus COVID-19.
Organisasi-organisasi yang mewakili sekitar 80 ribu dokter dan 1 juta perawat di Filipina itu mengklaim bahwa Filipina sudah kalah dalam peperangan melawan Corona. Mereka menyerukan pemberlakuan lockdown yang lebih ketat supaya pekerja medis punya ‘time out’ yang efektif.