Praktisi Hukum Sesalkan Kasus Wadas: Harus Buka Ruang Dialog Kembali
Berita Baru, Daerah – Praktisi hukum Syamsul Huda Yudha mengungkapkan rasa prihatin atas peristiwa yang menimpa warga Wadas terkait rencana penambangan batu untuk pembangunan Bendungan Bener.
Ia menilai, peristiwa Wadas terjadi karena kurangnya komunikasi para pihak, terutama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan masyarakat desa tersebut. “Harusnya pemerintah dapat memetakan dan melakukan kajian ilmiah terlebih dahulu, apakah nantinya akan menimbulkan permasalahan atau tidak,” ujarnya.
Terlebih, tindakan aparat kepolisian mengerahkan personil gabungan dengan dalih mengamankan proses pengukuran tanah yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah juga tidak tepat. “Sudah seharusnya Kepolisian era saat ini, sejak terlepas sebagai alat kekuasaan dan kekuatan negara, mengubah wajahnya untuk mengedepankan sisi kemanusiaan, atau dalam kata lain polisi berkemanusiaan (human policing),” tuturnya.
Tindakan tersebut tidak sejalan dengan komitmen Kapolri Jendral Listyo Sigit untuk memperbaiki citra kepolisian dengan berorientasi pada kepentingan masyarakat, menegakkan Hak Asasi Manusia dan mengawal proses demokrasi.
Seiring dengan adanya kabar bahwa sikap warga terbadi dua antara menerima dan menolak tambang, maka Yudha menyarankan agar Pemerintah Daerah beserta aparat penegak hukum dapat duduk bersama dan bermusyawarah dengan tokoh masyarakat desa Wadas guna mencari solusi yang terbaik.
“Dapat kita analisa, permasalahan yang timbul dan peristiwa Wadas kemarin pada hakikatnya didasari karena kurangnya pemahaman yang diberikan kepada masyarakat serta dilandasi oleh permalasahan kebutuhan hidup serta hilangnya lahan mata pencaharian masyarakat desa Wadas, sehingga pemerintah harus lebih arif menyikapi permalasahan yang ada,” lanjut Yudha.
Rekomendasi Bagi Kasus Wadas
Proses sosialisasi pembebasan lahan Desa Wadas sudah berlangsung lama, hingga melalui sengketa hukum dengan adanya gugatan kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. “Tetapi, belakangan PTUN menolak gugatan warga Wadas sebagaimana termaktub dalam putusan hakim PTUN Semarang Nomor 68/G/PU/2021/PTUN.SMG tanggal 30 Agustus 2021,” jelasnya.
Yudha merekomendasikan agar Pemerintah sementara waktu menghentikan semua aktivitas pengukuran lahan di desa tersebut dan kembali membuka ruang dialog yang seluas-luasnya dengan masyarakat desa demi mencapai mufakat tanpa adanya intimidasi. Kepolisian juga harus menarik semua personilnya dari desa serta memastikan keamanan warganya.
“Perlu kembali dilakukan kajian ilmiah secara detail dan komprehensif terkait urgensi pembangunan waduk di Purworejo, komposisi bangunan waduk serta alternatif lain selain batuan andhesit,” imbuhnya.
Demi melangsungkan Proyek Strategis Nasional yang digalakkan saat ini secara bermartabat, pemerintah perlu melibatkan masyarakat Indonesia dan masyarat desa Wadas guna mencari solusi alternatif terbaik.
Ikuti perkembangan berita terbaru melalui Instagram Berita Baru.