Perludem: Dana Banpol Kecil, Parpol Dikendalikan Pemilik Modal
Berita Baru, Jakarta – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan, penambahan dana bantuan partai politik (banpol) penting dilakukan, agar partai politik (parpol) tidak dikuasai sekelompok orang.
Berdasar riset yang dilakukan Perludem, kontribusi dana negara melalui Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk pembiayaan parpol masih sangat minim.
Akibatnya, parpol menjadi dikendalikan melalui pendanaan yang dimiliki oleh para pemilik modal.
“Jadi mereka memiliki modal menguasai struktur elit partai, dan akhirnya menentukan proses rekrutmen politik yang berjalan di partai,” kata Titi dalam keterangan tertulisnya, Senin (23/12).
Menurut Titi, kondisi ini membuat partai cenderung menjadi sangat oligarki lantaran ditentukan oleh hanya segelintir orang saja. Karena itu, Titi mengungkapkan, sejak 2011 Perludem mengusulkan peningkatan pendanaan negara untuk partai politik.
“Maka akses para kader untuk mendapatkan perlakuan yang lebih demokratis dan inklusif dari partai itu akan lebih terbuka. Sehingga rekrutmen politik di partai tidak mendasarkan dan tidak ditentukan oleh segelintir orang saja,” ujarnya.
Saat ini, menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik dana banpol di tingkat pusat Rp 1.000 per suara sah. Kemudian untuk tingkat provinsi sebesar Rp 1.200 per suara sah, dan Rp 1.500 per suara sah untuk tingkat kabupaten kota.
“Dulu kami pernah riset di 2011, ketika banpolnya Rp 1.800 rupiah per suara sah, itu ternyata hanya mampu membiayai satu persen dari kebutuhan partai,” paparnya.
Titi menyarankan jika ingin menaikan hingga mencukup kebutuhan partai 10 persen, maka dana banpol yang saat ini berlaku tinggal dinaikan 10 kali lipat.
“Jadi riset kami menemukan Rp 1.000 per suara sah untuk DPP, Rp 1.200 untuk pengurus provinsi, dan Rp 1.500 (untuk kab kota) itu masih jauh dari cukup untuk membuat partai aksesibel bagi semua,” ungkapnya.
Ia berharap penambahan dana banpol tersebut membuat partau betul-betul inklusif. Proses kaderisasi juga diharapkan optimal.
Sedangkan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengakomodasi rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kenaikan dana bantuan partai politik (parpol) dan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP).
Akan tetapi, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Ditjen Polpum) Kemendagri juga telah melakukan kajian berdasarkan evaluasi dana bantuan parpol.
“Kami juga kan melakukan kajian terkait adanya keinginan untuk mengubah, meningkatkan nilai dana bantuan itu dari Rp 1.000 (per suara) ke berapa,” kata Kasubdit Fasilitasi dan Kelembagaan Parpol Ditjen Polpum Kemendagri Syamsudin.
Saat ini jika ada kenaikan dana bantuan parpol, Kemendagri akan kembali kepada usulan di tahun 2017 yakni Rp 5.400 per suara. Sedangkan, rekomendasi berdasarkan kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan KPK, bantuan parpol (banpol) dialokasikan dalam kas negara sebesar Rp 16.922 per suara.
Syamsudin menyatakan, sejauh ini, berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak ditemukan penyimpangan maupun temuan tidak wajar dalam penggunaan dana banpol.
Sebelum Kemendagri melakukan pencairan dana banpol setiap tahunnya, parpol harus mengantongi hasil audit BPK.
Menurutnya, selama ini, dana banpol sudah sesuai peruntukannya yakni pendidikan politik dan operasional kesekretariatan. Pendidikan politik untuk internal parpol, yakni kaderisasi dan eksternal bagi masyarakat secara luas.
“Kami nanti akan melihat dari permohonan itu. Kami verifikasi apakah sudah terpenuhi semua atau tidak. Kalau belum terpenuhi maka kami belum mencairkan bantuannya bagi partai politik yang bersangkutan. Tetapi kalau dinyatakan lengkap berarti kami akan memproses pencairan dana bantuannya,” tuturnya.
Pemerintah menetapkan dana banpol Rp 1.000 per suara untuk di tingkat pusat, dengan payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Besaran nilai itu naik dari sebelumnya Rp 108 per suara.
Usai pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang mengantongi suara sah sekitar 126 juta, sehingga pemerintah harus menggelontorkan dana banpol per tahun sekitar Rp 126 miliar. Sementara sebelum Pemilu 2019, jumlah dana banpol per tahun sekitar Rp 121 miliar.
Selain itu, KPK dan LIPI juga merekomendasikan kewajiban menerapkan SIPP. Menurut Syamsudin, Kemendagri mengakomodasi usulan tersebut agar dimasukkan dalam revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
“Kami sudah mengakomodir itu, sebentar lagi kan ada revisi Undang-Undang Nomor 2 tentang Parpol dan Undang-Undang Pemilu. Jadi nanti semua yang diusulkan KPK terkait SIPP-nya itu akan kita akomodir. Masalah nanti di pembahasannya, tapi yang jelas rekmendasi KPK itu sudah kami akomodir,” pungkasnya.
Sebelumnya, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan kebutuhan partai politik di Indonesia membutuhkan Rp 16 ribu per suara. Dari jumlah itu, KPK merekomendasikan agar negara memberi bantuan hingga 50 persen atau senilai Rp 8.461 per suara pada tahun pertama.
“Menurut perhitungan KPK dan LIPI, besarnya pendanaan per suara adalah Rp 8.461 tahun pertama. Aslinya sekitar Rp 16 ribu tetapi 50 persennya ditanggung pemerintah. Setiap tahun naik 5 persen sehingga pada akhir tahun ke-5 Rp 10.284 per suara di pusat,” tuturnya.
Namun dari jumlah Rp 8.461 per suara tersebut, kata dia, parpol belum siap secara kelembagaan.
Untuk itu, KPK bersama LIPI juga menyusun adanya skema transportasi pemberian.
“Jadi, dikasih yang tahun pertama 30 persen dari 50 persen lantas tahun kedua 50 persen dari 50 persen, dan baru lah tahun ketiga 100 persen dari 50 persen. Agak rumit sedikit tetapi intinya secara kelembagaan partai siap kalau diberikan Rp8.461 pada tahun pertama. Ternyata partai bilang jangan dulu, jadi 30 persen,” ungkapnya.
Pahala merinci peningkatan pendanaan negara kepada parpol di tingkat nasional tersebut.
“Nah nilainya 30 persen itu Rp2.538 di pusat. Jadi, tahun pertama Rp2.538 tahun kedua Rp4.442, tahun ketiga Rp6.530, tahun keempat Rp7.836 dan baru tahun kelima, itu di (tingkat) pusat,” katanya.
Namun, untuk tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota angka pendanaan partai politik lebih tinggi lagi.
“Di provinsi 20 persen lebih tinggi, ikut PP 1 2018. Jadi, pendanaan untuk DPD Provinsi itu 20 persen lebih tinggi dari yang saya sebut. Di kabupaten 50 persen lebih tinggi dari yang pusat,” tambahnya. (*)