Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store
Ilustrasi ekspor pasir laut (Foto: Istimewa)

Peneliti INDEF: Kebijakan Ekspor Pasir Laut Ancaman Serius



Berita Baru, Jakarta – Peneliti INDEF Nailul Huda menyatakan bahwa kebijakan ekspor kembali pasir laut adalah bukti sebuah kebijakan yang asal-asalan. 

Kebikan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang berlaku sejak 15 Mei 2023. 

Peraturan itu sekaligus mencabut PP No.33 tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut yang dibuat di era Presiden Megawati guna melarang ekspor pasir laut.

“PP Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut bertentangan dengan UU yang lebih tinggi derajat pengaturannya,” kata Huda.

Hal itu ia ungkap dalam acara diskusi Continuum dan INDEF bertajuk ‘Ekspor Pasir Laut, Cuan atau Merusak Lingkungan?’. Acara ini digelar pada Rabu, 5 Juli 2023, secara daring.

Menurut Huda, potensi ekspor pasir laut mencapai Rp733 miliar. Disini terdapat potensi cuan oleh pengusaha yang sangat besar. Sementara itu potensi pendapatan dari adanya kegiatan ekspor pasir laut sangat kecil hanya Rp74 miliar.

“Tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh penambangan pasir laut,” katanya.

Pada kesempatan itu, Huda mengurai dampak kerusakan lingkungan yang bisa ditimbulkan dari penambangan pasir laut. Diantaranya, erosi pantai, perubahan garis pantai, kualitas air dan rusaknya ekosistem laut/terumbu karang.

Tak hanya itu, penambangan pasir laut ini   juga memiliki dampak sosial yang cukup serius. Utamanya terhadap penurunan hasil tangkapan nelayan, pendapatan nelayan berkurang, serta nelayan menjadi pengangguran.

Nailul Huda juga menyebutkan bahwa PP No26/2023 tentang Ekspor Pasir Laut adalah produk aturan yang cacat hukum karena telah menabrak aturan yang lebih tinggi yakni UU No 1 tahun 2014 yang melarang penambangan pasir yang merusak ekosistem lingkungan.

Sebelum tahun 2003, Indonesia merupakan eksportir utama pasir laut global dengan porsi mencapai 20 persen (2001), namun setelah ada larangan sementara ekspor pasir laut, ada penurunan signifikan ekspor pasir laut, sebelum naik kembali di tahun 2006. 

“Pada tahun 2007, terdapat UU yang melarang ekspor pasir laut,” tegas Huda.

Disebutkan Huda, Singapura adalah negara importir pasir laut terbesar dimana hal tersebut terkait kepentingan negara pulau tersebut yang berambisi terus meluaskan wilayah daratannya. 

Tercatat luas Singapura pada 1976 hanya 527 km2, namun setelah giat impor pasir laut luas daratan Singapura melonjak drastis pada 2020 menjadi 728,6 km2.

Bagi Indonesia, kata Huda, bisnis ekspor pasir laut ternyata hanya menghasilkan potensi pendapatan Negara sebesar Rp73,96 miliar. Sedangkan total cuan pengusaha malah mencapai Rp733,4 miliar. 

“Sementara Potensi Ekspor Laut Indonesia (m3) mencapai 2,7 juta m3 (8,77 persen dari ekspor global),” pungkasnya.