Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ngabuburit Ulama Perempuan #2: Bentuk Kepedulian Agama Terhadap Perempuan dalam Syarat Sahnya Puasa
Pengasuh Pondok Pesantren Mansajul Ulum, Pati, Jawa Tengah, Nyai Umdah El Baroroh (Foto: SC/Swararahimah)

Ngabuburit Ulama Perempuan #2: Bentuk Kepedulian Agama Terhadap Perempuan dalam Syarat Sahnya Puasa



Berita Baru, Jakarta – Pengasuh Pondok Pesantren Mansajul Ulum, Pati, Jawa Tengah, Nyai Umdah El Baroroh mengatakan, agar diterima oleh Allah SWT dalam menjalankan puasa Ramadhan, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Menurut Nyai Umdah, ada dua kategori syarat dalam menjalankan puasa, pertama syarat wajib dan yang kedua syarat sah. Syarat wajib berpuasa di antaranya, islam, berakal, baligh, mampu menjalankan puasa, dalam kondisi sehat, dan tidak dalam keadaan bepergian.

Apabila enam syarat tersebut terpenuhi oleh seseorang, maka yang bersangkutan berkewajiban untuk menjalankan puasa. Begitu sebaliknya, apabila tidak terpenuhi salah satunya maka ibadah puasa tidak diwajibkan.

“Misalnya, orang yang sedang sakit, atau melakukan bepergian. Maka tidak diwajibkan untuk berpuasa,” kata Nyai Umdah Baroroh dalam acara Ngabuburit bersama Ulama Perempuan di kanal Youtube Swararahima dotcom, Rabu (14/4).

Selain syarat wajib, Simpul Rahima dari Pati Jateng itu juga menjelaskan mengenai 4 syarat sahnya berpuasa. Pertama Islam, kedua adalah berakal, meskipun belum baligh.

“Misalnya seperti anak kecil yang berusia 10 tahun sampai 11 tahun yang belum baligh, tetapi dia berpuasa, maka puasanya sah, meskipun dia belum berkewajiban untuk puasa,” tuturnya.

Ketiga, lanjut Nyai Umdah, adalah bersih dari haid dan nifas, keempat mengetahui waktunya puasa. Apabila terpenuhi ke empatnya maka puasa menjadi sah.

Bagi Pengasuh Ponpes Mansajul Ulum, Pati itu, yang menarik dari 4 persyaratan itu adalah bersih dari haid dan nifas. Secara pandangan fikih atau agama, perempuan yang sedang haid atau nifas tidak diwajibkan berpuasa bahkan puasanya tidak dianggap sah.

Ketika nabi Muhammad ditanya para sahabat tentang haid, terangnya, Allah memberikan jawaban yang sangat indah sekali; Katakan Wahai Muhammad bahwa haid itu adalah adza (Qs. Al-Baqarah 222).

Adza bukanlah penyakit, jelas Nyai Umdah, tetapi sesuatu yang bisa menyebabkan rasa sakit. Bagi perempuan yang sedang haid, seringkali mengalami kesakitan, ada yang ringan, sedang, bahkan bisa sampai berat sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas keseharian.

Berdasarkan itu, Allah melalui firman-Nya, memberikan kelonggaran kepada perempuan yang sedang mengalami haid atau nifas untuk mengistirahatkan diri dan tidak diwajibkan melakukan ibadah puasa.

Nyai Umdah menilai syarat tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian agama terhadap perempuan. “Ini menunjukkan kasih sayang Tuhan kepada perempuan dan kepedulian-Nya terhadap perempuan,” ujar Nyai Umdah.

Oleh karena itu, bagi perempuan yang sedang tidak berpuasa ketika haid atau nifas, sejatinya Dia sedang menjalankan perintah agama. Sama halnya dengan orang yang menjalankan ibadah puasa, Dia juga mendapatkan pahala karena sama-sama menjalankan perintah Tuhannya.

“Semoga dengan mengetahui syarat-syarat, juga hikmah di balik puasa, kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan lebih baik dan semoga diterima oleh Allah SWT,” tutup Nyai Umdah El Baroroh. (MKR)