Merawat Eksistensi Bangsa Maritim Nusantara
Film baru berjudul Avatar: The Way of Water baru saja resmi dirilis di bioskop.-bioskop dunia dan Indonesia Desember 2022. Film besutan sutradara kondang, James Cameron, ini ternyata terinspirasinya dari suku Bajo yang mendiami perairan Indonesia. Kaum Metkayina sebagai suku air dalam film tersebut adalah analogi dari suku Bajo.
Suku Bajo adalah komunitas nomaden yang mengembara dan bermukim di sejumlah wilayah perairan Indonesia yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Selain di Indonesia, suku Bajo juga menyebar perairan Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Secara historis, mereka berasal dari Kepulauan Sulu di Filipina Selatan. Merek hidup nomaden di lautan lepas dan memasuki wilayah perairan pesisir Indonesia. Kendati demikian asal-usul suku Bajo belum diketahui pasti. Suku Bajo juga memiliki nama lain yaitu Bajau, Badjaw, Sama, atau Same. Secara sosio-kultural, semenjak dahulu suku Bajo menghabiskan seluruh hidupnya di lautan.
Mereka bermukim di atas rumah panggung yang bangun di atas air laut atau tinggal dalam perahu. Suku Bajo juga memiliki kelebihan dibandingkan manusia biasa. Mereka memiliki kemampuan menyelam dalam air tanpa alat penyelam canggih dan waktunya lebih lama. Keunikan semacam inilah yang menginspirasi James Cameron menciptakan suku Metkayina dalam film The Way of Water. Persis sama dengan kehidupan Bajo, suku Metkayina dalam film ini tinggal di rumah panggung dan memiliki kemampuan menyelam dengan waktu yang lebih lama dibandingkan suku Na’vi lainnya. Mereka mampu menyelam hingga kedalaman 70 meter hanya sekali tarikan napas. Kemampuan ini menarik minat sekelompok ilmuwan dari University of Copenhagen dan University of California untuk menguak misteri kehebatan Suku Bajo.
Hasil risetnya menemukan bahwa organ limpa orang suku Baju ukurannya lebih besar 50 persen dibandingkan manusia umumnya. Akibatnya, produksi oksigen dalam darah suku Bajo yang lebih jauh lebih besar. Penelitian ini juga menemukan bahwa keahlian menyelam orang Bajo merupakan bentuk mutasi gen akibat seleksi alam.
Suku Metkayina yang menghuni Pandora dan menguasai lautan dalam film tersebut persis tradisi suku Bajo. Mereka bermukim di pesisir laut Pandora yang memiliki panorama pantai dan cakrawala yang indah. Penulis memercayai, suku Bajo adalah salah satu etnik asli kepulauan Nusantara yang berbudaya maritim hingga kini.
Interaksi
Semasa di kampung halaman, penulis kerap berinteraksi degan suku Bajo yang bermukim di perairan pesisir Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Mereka menjual hasil tangkapannya yang masih segar dan sesudahnya kembali ke aktivitasnya semua sebagai nelayan. Namun perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, Suku Bajo juga tak mau ketinggalan dari masyarakat lainnya. Mereka berupaya meraih level pendidikan tinggi, hingga ada beberapa yang duduk sebagai anggota DPRD.
Di daerah saya di pulau Muna, ada satu kampung namanya Bontu-Bontu. Perkampungan ini dihuni suku Bajo. Mereka dikenal sebagai gudangnya atlit dayung masional yang berprestasi di level internasional. Dahulu mereka mereka sebagai atlit dayung nasional hingga kini. Mereka kerap mempersembahkan medali emas, perak dan perunggu buat bangsa ini. Jika kita berkunjung ke kampung tersebut jangan heran ada atlit yang pernah meraih medali emas Sea Games, Asian Games, hingga pernah tampil di Olimpiade. Konon kabarnya kemampuan mendayung orang Bajo bersifat alamiah. Baik kaum laki-laki maupun perempuan kerap berperahu dan mengambil air di sumber mata air terdekat di daratan utama pulau Muna.
Kebiasaan inilah yang membuat fisik dan tenaganya memiliki kemampuan cepat dan kuat dalam mendayung perahu. Artinya, secara sosiologis, suku Bajo telah mempraktikan kesetaraan gender dalam konteks sosial-ekonominya. Penyebaran mereka dominan wilayah perairan Indonesia bagian Timur. Imbasnya, melahirkan daerah yang kerap melekat dengan suku Bajo, umpamanya Labuhan Bajo di NTT. Daerah ini merupakan salah satu destinasi wisata kelas wahid di Indonesia.
Dari kehidupan religiusitas, suku Bajo umumnya beragama Islam. Dalam tradisi kesehariannya juga berkelindan dengan budaya lokalnya sehingga melahirkan suatu tradisi Islam pesisir yang khas. Mereka juga mempercayai roh-roh leluhur yang berada di laut. Dalam tradisi melaut mereka tak bisa dilepaskan dengan mantra-mantra dibarengi sesajen-sesajen yang dilarung ke laut. Upacara ini sebagai bentuk penghormatannya terhadap dewa laut. Inilah bentuk kearifan lokal dan tradisi merawat alam bagi suku Bajo.
Merawat Eksistensi
Suku Bajo adalah salah satu suku asli kepulauan Nusantara berbudaya maritim. Mereka tetap hidup dan menghuni perairan Indonesia . Mereka juga adalah salah satu komunitas etnik Nusantara yang mewarat eksistensi kebudayaan maritim dan ekonomi Nusantara. Makanya, menjaga dan mengakui eksistensi budaya, kearifan dan pengetahuan lokal suku Bajo sebagai geneologi Indonesia sebagai bangsa maritim adalah keniscayaan.
Di Gorontalo suku Bajo bermukim di Desa Torosiaje, Kabupaten Pohuwato. Kini perkampung mereka telah menjadi wisata budaya. Tentu hal ini memberikan manfaat secara sosial ekonomi bagi masyarakat Bajo dan pemerintah daerah setempat. Ke depannya, adalah bagaimana menjadikan Desa Torosiaje sebagai destinasi wisata global yang menyajikan keunikan kehidupan suku Bajo sebagai entitas bangsa maritim Indonesia.
Pemerintah Daerah Pohuwato, mestinya membangun infrastruktur memadai buat sarana dan prasarana wisata, termasuk promosi secara digital yang mampu menjangku jaringan pariwisata internasional. Di era digitalisasi sekarang ini, semua aktivitas social ekonomi mau tidak mau mesti terdigitalisasi, termasuk pariwisata budaya. Inilah catatan pokok penulis bagaimana merawat eksistensi bangsa maritim di kepulauan Nusantara ini.
Penulis: Daud Yusuf (Dosen Universitas Negeri Gorontalo)