Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Menimbang Untung dan Buntung Ekspor Pasir Laut
Ilustrasi ekspor pasir laut (Foto: Istimewa)

Menimbang Untung dan Buntung Ekspor Pasir Laut



Berita Baru, Jakarta – Presiden Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut yang didalamnya terdapat aturan yang membuka kembali ekspor pasir laut yang sudah dilarang sejak tahun 2023.

Kebijakan Presiden Jokowi ini kemudian mendapatkan banyak penolakan dari masyarakat. Pasalnya, ekspor pasir laut dikhawatirkan dapat merusak lingkungan dan bahkan akan membuat habitat ikan terganggu yang pada akhirnya akan berdampak pada ekonomi nelayan.

Menyoroti kebijakan tersebut, Continuum Data Indonesia bersama Institute For Development of Ecomics and Finance (INDEF) menggelar diskusi daring bertajuk “Ekspor Pasir Laut, Cuan atau Merusak Lingkungan?”. Hadir menjadi pembicara dalam kesempatan tersebut, Peneliti INDEF, Nailul Huda dan Data Analyst Coninuum INDEF, Masisie Sagita.

Hasil Analisis Big Data

Continuum Data sebagai lembaga yang fokus pada konsepsi ekonomi dan big data membaca aturan ekspor pasir laut tersebut dari segi respon masyarakat terhadap kebijakan tersebut.

Data yang digunakan menggunakan dalam pendekatan ini merupakan pendapat masyarakat dari sosial media yang dianalisis dari segi eksposur perbincangan, analisis sentimen, dan analisis topik perbincangannya.

Menimbang Untung dan Buntung Ekspor Pasir Laut
Data Analyst Continuum INDEF, Masisie Sagita pada diskusi daring bertajuk “Ekspor Pasir Laut, Cuan atau Merusak Lingkungan?”

“Salah satu keunggulan dari sosial media dia dapat merepresentasikan opini publik secara realtime. Untuk platformnya menggunakan media sosial Twitter yang merupakan media sosial yang populer di Indonesia dan banyak digunakan orang untuk menyampaikan opini, kritik dan saran,” ujar Masisie Sagita saat menyampaikan materinya.

Dari hasil analisisnya, menurut Messie, sejak 30 Mei hingga 12 Juni 2023 terdapat 40.702 pembicaraan dari 28.561 akun atau user.

“Data yang kami dapatkan, hampir semua masyarakat di internet tidak setuju dengan kebijakan ekspor pasir laut. Dari 40 ribu tweet yang diperbincangkan, tidak ditemukan pendapat yang setuju dengan kebijakan ekpor pasir laut.” ujar Messie.

Alasan publik tidak setuju terkait kebijakan itu, menurut Messie adalah mayoritas masyarakat berpendapat bahwa kebijakan itu akan mengakibatkan masalah lingkungan dan juga hanya menguntungkan sebagian pihak saja.

“Di Indonesia banyak sekali pulau-pulau kecil, dimana keberadaan mereka akan terancam. Kebijakan ekspor ini hanya menguntungkan sebagian pihak saja,” tegasnya.

Sebagian pihak tersebut, menurut Messie adalah oligarki yang ada di pemerintahan dan juga negara China dan Singapura. Dimana China berpotensi impor pasir laut yang akan digunakan membangun pulau di Laut China Selatan.

“Untuk negara Singapura, mereka butuh pasir laut untuk keperluan reklamasi negaranya,” tutur Messie.

Di akhir presentasinya, Messie menegaskan bahwa kebijakan ekspor pasir laut adalah kebijakan yang tidak menguntungkan bagi masyarakat, hal ini berdasarkan sebanyak 57,7 wargantet merasa kebijakan tersebut mengakibatkan kepada masalah lingkungan.

Potensi Cuan dan Potensi Kerusakan

Sementara itu, Nailul Huda pada awal pembicaraanya menegaskan bahwa PP Nomor 26 tahun 2026 merupakan aturan yang bertentangan dengan Undang-Undang yang lebih tinggi pengaturannya.

“Sebenarnya ada Undang-Undang lagi yang harus jadi patokan atau pertimbangan yaitu UU Nomor 1 tahun 2014 yang disitu secara eksplisit menyebutkan pelarangan penambangan pasir yang merusak ekosistem wilayah pesisir maupun wilayah pantai atau pulau-pulau,” jelas Nailul.

Menimbang Untung dan Buntung Ekspor Pasir Laut
, Peneliti INDEF, Nailul Huda pada diskusi daring bertajuk “Ekspor Pasir Laut, Cuan atau Merusak Lingkungan?”

Nailul menjelaskan bahwa potensi ekspor mencapai Rp733 miliar, ada potensi cuan oleh pengusaha yang sangat besar, sementara untuk potensi pendapatan dari adanya kegiatan ekspor pasir laut sangat kecil yaitu hanya Ro74 miliar.

“Hal ini tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan oleh penambangan pasir laut. Ada erosi pantai, perubahan garis pantai, kualitas air, rusaknya ekosistem laut. Dari segi ekonomi akan terjadi penurunan tangkapan nelayan dan berpotensi nelayan menjadi pengangguran,” tegas Nailul.

Selain itu, menurut Nailul tren ekspor pasir laut secara global mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

“Sebelum 2003, Indonesia merupakan eksportit pasir laut global dengan porsi mencapai 20 persen dari total ekspor pasir laut global dengan nominal mencapai angka 60 juta USD,” jelas Nailul.

Menurut Nailul, seharusnya pemerintah tidak hanya memikirkan nilai rupiah dari hasil ekspor saja, namun memikirkan dampak lingkungan yang akan sangat besar yang akan terjadi.

“Saya pribadi menolak dan mendesak pemerintah untuk mencabut PP Nomor 26 tahun 2023,” tutup Nailul.