Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Hubungan AS China
Ilustrasi: GT

Mengintip Masa Depan Hubungan China-AS: Kekaburan antara Keamanan Nasional dan Persaingan Ekonomi



Berita Baru, Jakarta – Setidaknya sejak Mei 2019, Amerika Serikat (AS) telah memasukkan 70 perusahaan teknologi dari China ke dalam daftar hitamnya, terutama raksasa teknologi China Huawei. AS juga mengajak sekutunya untuk melakukan langkah serupa, termasuk aliansi intelijen Five Eyes (Australia, Kanada, Selandia Baru, Britania Raya dan Amerika Serikat).

Inggris misalnya, kini telah ‘mengusir’ Huawei dari tanahnya. Padahal dua raksasa teknologi Inggris Vodafone dan BT telah memperingatkan bahaya pengusiran Huawei; 19.000 tower pemancar seluler di Inggris akan hilang, 2 mingguan warga hidup tanpa sinyal internet, dan kerugian perlambatan ekonomi.

Hal itu tidak lepas dari tuduhan Washington yang menyebut bahwa:

Huawei, berikut 70 perusahaan lainnya, menggunakan peralatannya untuk memata-matai pengguna teknologinya untuk kepentingan Beijing dan karenanya membahayakan keamanan nasional.

Melalui propaganda ini, secara efektif, Washington memutus Huawei dari pasar AS. Washington juga telah menjatuhkan sanksi-sanksi yang merugikan Huawei. Tanpa peduli apakah tuduhan itu benar atau tidak karena hingga sekarang tuduhan itu belum terbukti.

Pada gilirannya, Huawei dan Beijing berulang kali membantah tuduhan itu. Huawei merupakan perusahaan swasta. Tidak ada sangkut pautnya dengan Beijing atau Partai Komunis China. Berbeda dengan China Telecom, yang merupakan milik pemerintah–yang juga ikut mendapat sanksi dari Washington.

Karena itu, beberapa pengamat mengatakan masalah sebenarnya dari pelarangan itu adalah persaingan ekonomi.

“Setelah kotak pandora dibuka, maka ia akan menciptakan efek berantai yang menghancurkan ekosistem ekonomi global. Huawei tidak akan menjadi satu-satunya yang akan dihancurkan,” kata Eric Xu, salah seorang atasan Huawei, pada bulan Maret setelah AS ‘membantai’ Huawei dengan membatasi pasokan chipnya.

Masalah Keamanan Nasional atau Ekonomi?

Setelah Huawei diusir dari Inggris pada 14 Juni, Wakil Presiden Huawei Victor Zhang mengatakan bahwa pegusiran itu adalah karena pasar, persaingan ekonomi, dan bukan masalah keamanan nasional.

Sementara itu, pada bulan Juli, Government Communications Headquarters (GCHQ) mengeluarkan laporan berisi bahaya-bahaya jika Inggris tetap menggunakan Huawei sehingga mendorong Inggris untuk memblokir semua produk teknologi Huawei di Inggris dalam 6 bulan ke depan. Laporan itu punya pengaruh kuat untuk mempengaruhi keputusan negara-negara sekutu AS.

Dengan demikian, perbedaan antara keamanan nasional dan daya saing ekonomi semakin kabur. Faktor utamanya adalah fakta bahwa dunia kini sangat saling bergantung.

Kini, sebagian besar arus perdagangan berlangsung dengan mekanisme kompleks dan seringkali ‘mampir’ melewati perbatasan internasional beberapa kali sebelum mencapai tujuan pasar akhir.

Menurut CSIS, Bank Dunia memperkirakan bahwa lebih dari dua pertiga dari total perdagangan terjadi melalui rantai nilai global yang mendukung produksi lintas batas itu. Selain itu investasi pun menjadi lebih global.

Ketika dunia menjadi lebih terintegrasi, kegiatan ekonomi menjadi kurang terkonsentrasi di Amerika dan Eropa, Asia pun kini mulai mengalami peningkatan kegiatan ekonomi, terutama di China.

Mengintip Masa Depan Hubungan China-AS: Kekaburan antara Keamanan Nasional dan Persaingan Ekonomi
Grafik PDB Global. Sumber: CSIS.

Mengutip CSIS, Anggota Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), sebuah kelompok yang terdiri dari 37 negara yang sebagian besar ekonominya maju, mewakili 61 persen dari PDB global pada 2019, turun dari 78 persen pada tahun 1960. Sebaliknya, bagian China dalam PDB dunia naik empat kali lipat dari 4 menjadi 17 persen selama waktu itu.

Apakah Akuisisi Menjadi Solusi?

Di dunia yang lebih saling bergantung, kebangkitan China telah menghasilkan tantangan unik bagi negara demokrasi maju, terutama Amerika Serikat.

China secara bersamaan merupakan pasar penting bagi bisnis asing dan penghubung utama dalam rantai pasokan global.

Mengintip Masa Depan Hubungan China-AS: Kekaburan antara Keamanan Nasional dan Persaingan Ekonomi
Perbandingan Rasio Perdagangan Barang Amerika Serikat dan China menurut Negara atau Area tahun 2018. Sumber: CSIS.

China menjadi mitra yang diperlukan dalam perang melawan perubahan iklim, pandemi, dan krisis global lainnya. Negara yang dijalankan partai komunis itu juga menjadi pesaing ekonomi AS, terutama dalam teknologi baru.

Awal Agustus kemarin, Presiden Trump memberi ByteDance waktu 45 hari untuk menyetujui penjualan TikTok sebelum dilarang beroperasi, sembari menyarankan perusahaan teknologi AS seperti Microsoft, Twitter, atau Oracle, untuk mau mengakuisisi TikTok.

Harapan Presiden Trump tampaknya seperti ini: kemajuan teknologi akan menciptakan kemajuan ekonomi. Dan untuk bisa mandiri dan tidak bergantung dengan perusahaan asing dan tidak mengganggu keamanan, strategi paling ‘mudah’ adalah akuisisi.

Melihat langkah AS terhadap China

Pada tanggal 6 Agustus 2020, CSIS, menerbitkan artikel mengenai pelajaran-pelajaran yang bisa diambil dari dua tahun sejak berdirinya Allied Economic Forum (AEF) yang merupakan organisasi yang membahas mengenai mekanisme penyaringan investasi asing di negara anggota.

Peserta pertemuan AEF termasuk pejabat dari Australia, Kanada, Uni Eropa, Prancis, Jerman, Jepang, Korea, Belanda, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat.

Dalam artikel itu, CSIS mengeluarkan lima catatan terkait perkembangan perdagangan global saat ini serta langkah-langkah yang perlu diperhatikan AS dalam hubungan perdagangan dengan China.

Pertama, saling ketergantungan menghambat tindakan ekonomi sepihak. Perdagangan dan investasi asing mendukung jutaan pekerjaan di Amerika Serikat, dan kepemimpinan teknologi AS dibangun untuk menarik bakat asing. Pada saat yang sama, saling ketergantungan membuat penggunaan alat kebijakan ekonomi secara sepihak menjadi kurang efektif dan lebih mahal.

Kedua, diperlukan koordinasi di seluruh negara dan bidang kebijakan. Mengorganisir kebijakan seputar teknologi tertentu akan melewati mekanisme perizinan yang komplek. Karenanya memungkinkan untuk pendekatan ‘menyeluruh’ dan menawarkan kerangka kerja untuk mengkoordinasikan kebijakan di antara sekutu dan mitra.

Ketiga, masalah keamanan nasional tidak ada dalam isolasi. Diskusi keamanan nasional berlangsung dengan latar belakang persaingan prioritas kebijakan dan kesetaraan. Tidak semua negara yang berpikiran sama akan mempertimbangkan pertimbangan keamanan dengan cara yang sama, dan kegagalan untuk memahami prioritas yang bersaing berisiko merusak upaya koordinasi multilateral.

Keempat, keahlian teknis itu penting. Mengingat persaingan global di seluruh teknologi yang kompleks, pembuat kebijakan harus meminta masukan ahli dan mendasarkan keputusan pada penilaian realistis dari lanskap inovasi global.

Atas beberapa pelajaran itu, CSIS menekan bahwa penting bagi AS untuk membedakan langkah berbasis keamanan nasional dan langkah berbasis tujuan ekonomi.

Masalah daya saing ekonomi adalah sah tetapi tidak dapat diatasi dengan menggunakan alat keamanan nasional tanpa merusak kepercayaan dan merusak sistem internasional.

Apakah Tekanan AS Akan Mereda?

Pada hari Selasa (25/8), Wakil Perdana Menteri China Liu He melakukan panggilan telepon dengan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin untuk melakukan dialog ‘konstruktif’ mengenai kesepakatan dagang fase satu (Phase 1) dan beberapa topik lainnya. Keduanya juga setuju untuk menciptakan kondisi yang lebih baik untuk implementasinya.

“Para pihak juga membahas peningkatan signifikan dalam pembelian produk AS oleh China, serta tindakan di masa depan yang diperlukan untuk melaksanakan perjanjian,”menurut siaran pers yang diunggah di situs web Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat.

Kesepakatan perdagangan Fase-1 mengharuskan China untuk membeli barang manufaktur AS senilai US$ 77,7 miliar dalam dua tahun.

Seorang pengamat di Akademi Ilmu Sosial China di Beijing, Gao Lingyun mencatat bahwa Huawei sendiri membeli sekitar sepertiga dari semua impor China atas barang-barang manufaktur AS.

Karena itu, para pengamat melihat bahwa kini AS akan menurunkan tekanannya kepada perusahaan China. AS tampaknya sangat menginginkan kesepakatan itu untuk bergerak maju dan agar China mau melakukan apa yang ada perjanjian dagang itu.

Gao mencatat bahwa kesepakatan tersebut, menurut teksnya, dapat dibubarkan secara otomatis dalam waktu 60 hari atas permintaan satu pihak.

Namun, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah China dan Huawei mau menerima kesepakatan itu atau tidak setelah mereka dibantai dengan alasan kemanan nasional.