Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Saintis
Ilustrasi: istimewa.

Mencari Ladang bagi Kaum Saintis



Oleh: Al Muiz Liddinillah (Redaktur Beritabaru.co)


Sebenarnya, saya tidak terlalu yakin dengan judul ini. Tapi biar saja itu menjadi kebingungan saya pribadi, semoga tidak dengan pembaca. Mencari ladang bagi kaum saintis ini adalah serial kecemarutan pikiran penulis saja, entah menjadi bagian dari fiksi atau non fiksi.

Mencari ladang, ini ibarat sebuah gerak kebingungan dari subjek pencarinya. Siapa yang hendak mencari? Ya, subjek kelompok atau kaum saintis inilah yang sedang mencari lahan garapannya. Mengapa kaum saintis bingung mencari ladang bagi kerja-kerja pemikiran dan peradabannya?

Sekelumit pertanyaan-pertanyaan itu merasukiku secara halus pada urat saraf saya ketika berdiskusi dengan seorang kawan di sebuah kafe. Ke mana para saintis mengambil peran pada peradaban yang semakin melaju ini? Dan adakah sesuatu yang bisa diharapkan dari para saintis Indonesia?

Di tengah perdebatan sains dan agama di negeri ini, kita semua perlu berefleksi ke mana layar kita melaju dan di mana akan menanam biji kemajuan itu. Ini sekedar gambaran terkait bagaimana proses pendidikan atau bahkan kaderisasi ke-saintis-an di negeri ini.

Semenjak kecil kita sudah diperkenalkan dengan banyak ilmu sains (sains alam), seperti matematika, biologi, kimia, fisika, astronomi, dan lainnya. Kita bahkan telah menelan formula-formula dan dalil-dalil yang disampaikan oleh guru di kelas, tanpa mengetahui sejarah dari formula atau dalil itu. Ibarat, kita dikasih resep membuat soto beserta takarannya tanpa mengetahui mengapa harus membuat soto, dari mana soto berasal, apa saja gizi yang terkandung pada soto ini, siapa yang menemukan soto pertama kali, dan lain sebagainya.

Jika resep itu sekedar dijalankan dengan petunjuk yang sama, pastilah soto itu akan jadi. Bahkan bisa saya pastikan soto itu tidak akan menjadi rawon, apalagi kolak ikan manyun. Mungkin kawan-kawan juga mengalami hal yang sama dengan saya, bahwa belajar sains adalah uji nyali guna memecahkan rumus, menjawab hewan A verteberata atau tidak, reaksi kimianya seperti apa, atau bahkan menjawab planet terkecil di bima sakti.

Pendidikan menjadi aspek paling awal pada proses memahami dan menjadi. Jikalau pendidikan yang diberikan kepada siswa hanya memberikan bekas atau kesan yang kaku, maka hasil dari Pendidikan itu akan menjadi monoton dan rendahnya eksplorasi.

Memang, sistem Pendidikan kita menuntut kita agar cepat hapal, mengerti, dan selesai. Hapal pada setiap meteri yang diberikan sang guru, mengerti dengan materi yang disampaikan, dan selesai dalam megerjakan soal atau ulangan. Bukan pada memahami, mengajak berimajinasi, atau mengalami/mengilhami. 

Pada aspek memahami, bagaimana murid bisa paham apa yang dijelaskan oleh sang guru dengan memberikan analogi yang kaya, atau ilustrasi yang banyak pada benda di sekitar. Bagaiman murid diajak memahami misalnya kucing adalah binatang karnivora, tapi kalau ada kucing makan roti atau makan tahu yang sejatinya dari kedelai bagaimana. Konteks itu lah yang juga perlu disampaikan ke murid, sehingga murid tidak sekedar tahu atau mengerti, tapi bisa memahami atau berpikir kritis.

Kedua, imajinasi. Haidar Bagir dalam opininya yang berjudul Pentingnya Imajinasi dalam Sains mengatakan bahwa belum banyak orang yang tahu bahwa imajinasi mampu melahirkan penemuan saintifik. Taka ada satupun penemuan yang tidak melibatkan daya kerja imajinasi. Sayangnya, daya berpikir manusia yang penting ini bahkan lebih penting dari rasionalitas cenderung dilupakan.

Begitu pula imajinasi yang pernah disampaikan Einstein. Orang banyak mengetahui gagasan Einstein tentang imajinasi ini. Tapi, apakah orang-orang benar-benar telah menghayatinya?

Einstein pernah bekata bahwa, “Sesungguhnya, imajinasi itu lebih penting dari pengetahuan (rasional). Pengetahuan itu terbatas, imajinasi merangkul dunia.” Begitu kiranya gagasan tentang imajinasi. Imajinasi sangat diperlukan seorang saintis yang bermimpi dan mengimpikan sebuah penemuan besar, imajinasi lah yang bisa mengantarkan itu.

Ketiga, mangalami atau mengilhami ini adalah sebuah pengalaman atau penelitian yang masif dan empiris dalam memandang sebuah objek, atau segala sesuatu. Sebagaimana pepatah mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang baik.

Ketiga hal itu bagi saya adalah bekal yang penting untuk menumbuhkan dan membangkitkan rasa berpikir sainstifik yang baik. Dengan berpikir pada alur sedemikian rupa, kiranya bisa mendorong perubahan yang berarti pada peradaban sains ke depan.