Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Menangkal Disinformasi dan Ujaran Kebencian di Pemilu 2024
Guru Besar Ekonomi dan Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbin

Menangkal Disinformasi dan Ujaran Kebencian di Pemilu 2024



Berita Baru, Jakarta – Universitas Paramadina, bekerja sama dengan Paramadina Communication Institute, Bawaslu, KPU, dan KPI, menggelar Seminar Literasi Media dengan tema “Strategi Komunikasi Politik: Menangkal Disinformasi dan Ujaran Kebencian dalam Pemilu 2024” pada tanggal 25 November 2023.

Pembicara utama dalam seminar ini antara lain Yulianto Sudrajat, Komisioner KPU RI; Agung B.G.B. Indra Atmaja, Kepala Biro Hukum dan Humas Bawaslu RI; serta Tulus Santoso, Komisioner KPI Pusat.

Didik J Rachbini, saat meresume seminar, menyampaikan bahwa seminar ini sangat penting untuk memberikan informasi kepada publik tentang cara efektif menangkal disinformasi, khususnya di Pemilu 2024. Beliau menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi, seperti AI dan big data, untuk memantau disinformasi.

“Seperti korupsi, tidak cukup hanya dikendalikan oleh KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian karena terbukti korupsi saat ini malah semakin marak. Dikontrolpun agaknya sudah sangat sulit. Ada satu hal penting yang harus dilakukan, yakni bagaimana KPU dan Bawaslu juga menggunakan instrument teknologi,” kata Didik.

Menurutnya, ada satu hal penting yang harus dilakukan, yakni bagaimana KPU dan Bawaslu juga menggunakan instrument teknologi. Manfaatkan AI dan big data untuk memantau disinformasi. Sebagai contoh, dari transaksi belanja online atau transaksi kartu kredit.

“Siapa yang bisa mengkorupsi kartu kredit, kecuali satu atau beberapa orang yang sangat canggih dan bisa memanipulasi teknologi. Tetapi dengan hadirnya teknologi, maka penyimpangan bisa dipersempit,” tuturnya.

Yulianto Sudrajat, Komisioner KPU RI, menyoroti peran generasi Zilenial dalam Pemilu 2024, menyatakan bahwa eran generasi Zilenial pada Pemilu 2024 nanti amat menentukan postur kepemimpinan nasional. Pemilih diharapkan tidak memilih dengan emosional tapi dengan rasional.

Selain itu, ia menyebutkan bahwa peran besar media dalam mempengaruhi opini dan perilaku politik masyarakat diakui dalam survei pada Oktober 2013, di mana 74% responden menyebut media memberi pengaruh terhadap preferensi pemilih. 8% menyatakan tidak berpengaruh, dan 18% tidak tahu/tidak menjawab.

Agung B.G.B. Indra Atmaja, Kepala Biro Hukum dan Humas Bawaslu RI, membahas keterkaitan antara Pemilu dan media sosial. Menurutnya, hubungan Pemilu dan media sosial digambarkan mempunyai pengaruh positif dan negatif.

“Fakta pada Pemilu di Indonesia dan Media Sosial menunjukkan bahwa Medsos menjadi ruang disinformasi dan konspirasi pemilu yang dapat merusak kredibilitas, keadilan, dan legitimasi pemilu,” jelas Agung.

Selain itu, lanjut Agung, media sosial juga membuat pemilih terpapar manipulasi, polarisasi, radikalisasi, dan hasutan untuk melakukan kekerasan. Juga, menimbulkan ancaman terhadap privasi, keamanan dan keselamatan pemilih, peserta dan penyelenggara pemilu.

Tulus Santoso, Komisioner KPI Pusat, menyoroti spirit penyiaran yang baik. Menurutnya spirit penyiaran yang baik harus memberikan rasa nyaman kepada audience/penonton, layak ditonton, berkeadilan, bermanfaat sebagai tontonan, dan menarik.

“Untuk Pemilu dan Peran KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) diterangkan dalam UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum Paragraf 4 tentang Iklan Kampanye, dan Pasal 296 yang berbunyi “KPI atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu yang dilakukan oleh Lembaga Penyiaran atau media massa cetak,” terang Tulus.