Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Masyarakat Adat Pantai Raja Gelar Aksi di Kementerian BUMN, Tuntut Pengembalian Lahan yang Diambil PTPN V

Masyarakat Adat Pantai Raja Gelar Aksi di Kementerian BUMN, Tuntut Pengembalian Lahan yang Diambil PTPN V



Berita Baru, Jakarta – Puluhan orang yang mengatasnamakan masyarakat Adat Pantai Raja menggelar aksi di depan kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kamis (27/10/2022).

Kedatangan masyarakat adat dari Kampar, Riau kesana guna meminta Menteri BUMN, Erick Thohir mendesak PT Perkebunan Nusantara V merealisasikan janjinya yaitu mengganti lahan kepada masyarakat adat Desa Pantai Raja seluas 150 hektar berdasarkan kesepakatan 1999, hasil mediasi Komnas HAM tahun 2019 dan kesepakatan di DPRD Riau tahun 2021.

Berdasarkan pantauan Beritabaru, mereka sampai di kantor Kementerian BUMN menggunakan satu bus serta didampingi oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan organisasi mahasiswa yang terdiri dari Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Riau.

Mereka membawa beberapa spanduk berukuran sekitar 1×2 meter yang memuat beberapa poin tuntutan. Diantaranya, “Meminta Menteri BUMN Segera Memecat Direktur Utama PTPN V lantaran bertindak arogan kepada masyarakat adat Pantai Raja yang Digugat di Pengadilan Negeri Bangkinang dan Dilaporkan ke Polda Riau”.

Ada juga spanduk berukuran 50×50 centimeter yang bertuliskan “Pak Jokowi Perintahkan Menteri BUMN agar PTPN V Menyerahkan Kembali Lahan Masyarakat Adat Pantai Raja Seluas 150 hektar”.

Aksi mereka dikomandoi oleh perwakilan dari PMII Riau, Ari Friatna selaku Koordinator Lapangan. Dalam orasinya, Ari mengatakan, persoalan yang dihadapi masyarakat adat Pantai Raja merupakan kejahatan pemerintah di masa lalu yaitu pada era orde baru.

“Ini adalah bentuk kejahatan pemerintah di masa lalu yang sewenang-wenang merampas lahan perkebunan masyarakat pada 1984 tanpa ada ganti rugi hingga saat ini,” kata Ari saat berorasi di depan kantor Kementerian BUMN.

Ari mengungkapkan, pada 6 April 1999, PTPN V pernah membuat kesepakatan yang tertuang dalam berita acara. Kata dia, pada berita acara yang ditandatangani oleh Direktur Produksi, Ir SN Situmorang menyebutkan bahwa PTPN V mengakui kalau terdapat areal kebun karet milik masyarakat Desa Pantai Raja seluas 150 hektar terkena kebun inti PIR Trans Sei Pagar dan direksi pada saat itu mengambil langkah kebijaksanaan untuk memberikan sagu hati sebesar Rp100 juta.

“Namun itu hanya satu langkah dari PTPN V untuk mengelabui masyarakat adat Pantai Raja, sebab buktinya hingga saat ini kesepakatan itu tidak pernah terealisasi,” ujarnya.

Menurut dia, berita acara kesepakatan tersebut diduga cuma dijadikan PTPN V untuk syarat mengurus hak guna usaha (HGU).

“Waktu masyarakat kemarin diajak rapat dengar pendapat di DPRD Riau bersama jajaran direksi PTPN V dan Forkompinda Riau dan Kampar pada 2021, saat itu BPN Kampar mengatakan bahwa pada tahun 1999 itu ada rapat panitia B pengurusan HGU PTPN V. Jadi kami menduga kesepakatan itu dijadikan kelengkapan administrasi oleh PTPN V untuk mengurus HGUnya yang kemudian terbit sekitar tahun 2001,” jelasnya.

“Jadi surat kesepakatan antara masyarakat Pantai Raja dengan PTPN V pada 1999 yang tertuang dalam berita acara itu menyatakan kalau tidak ada konflik antara masyarakat terhadap objek HGU yang diajukan oleh PTPN V,” imbuhnya.

Ari menambahkan, konflik agraria antara masyarakat dengan PTPN V ini bukan hanya dengan masyarakat Pantai Raja saja, namun ada banyak di Riau.

“Bukan masyarakat Pantai Raja aja yang berkonflik agraria dengan PTPN V, tapi ada banyak. Misalnya, baru-baru yang mencuat ke publik itu adalah masyarakat dari Kutalama, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu. Kebun atau ladang mereka dulu pada tahun 1980 juga dirampas oleh PTPN V,” katanya.

“Polanya sama, perkebunan mereka di land clearing tanpa ada ganti rugi pada 1980 oleh PTPN V Sei Intan. Kemudian, konflik lahan itupun terus berlanjut hingga pada 2019 lalu sehingga PTPN V Sei Intan saat rapat dengan Pemda Rokan Hulu bersedia menyelesaikan persoalan tersebut dengan sistem mengganti lahan 320 hektar dengan cara membeli lahan di luar lahan PTPN V,” imbuhnya.

Kata dia, masyarakat Pantai Raja, Kampar dan Kutalama, Rokan Hulu itu senasib, sebab PTPN V berjanji untuk mengganti lahan tetapi dengan cara membeli lahan di luar lahan perusahaan perkebunan milik negara itu.

“Pada 2019, masyarakat Pantai Raja dan PTPN V kembali dimediasi oleh Komnas HAM. Hasil mediasinya juga disuruh cari lahan di luar areal HGU PTPN V,” ungkap Ari.

Anehnya lagi, kata Ari, setelah masyarakat Pantai Raja mendapatkan lahan, tapi PTPN V malah seakan-akan melempar bola dengan alasan lahan yang ditawarkan bermasalah.

Masyarakat Adat Pantai Raja Gelar Aksi di Kementerian BUMN, Tuntut Pengembalian Lahan yang Diambil PTPN V

Tak lama menggelar aksi, masyarakat adat Pantai Raja yang berjumlah 40 orang itu ditemui oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Fasilitasi Dukungan Strategis Kementerian BUMN, Faturohman dan Asisten Deputi Bidang Industri Perkebunan dan Kehutanan, Rachman Ferry Isfianto.

Akhirnya beberapa perwakilan masyarakat diajak audiensi di ruang rapat PPID Kementerian BUMN.