Mahfud Akui Tidak Bisa Berbuat Banyak Soal Skandal Pemecatan 51 Pegawai KPK
Berita Baru, Yogyakarta – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menuturkan bahwa dirinya mendukung penuh penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Sejak dulu pro KPK, sejak dulu. Saya Ketua MK dulu. 12 kali itu (KPK) mau dirobohkan. Saya menangkan KPK terus,” kata Mahfud dalam diskusi dengan sejumlah akademisi di UGM Yogyakarta, Sabtu (5/6).
Dilansir dari Tempo.co, dalam kesempatan tersebut Mahfud mengaku tidak bisa berbuat banyak dalam hal skandal pemecatan 51 pegawai KPK yang dinilai tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
Menurutnya, keputusan pemecatan tidak hanya terletak di pemerintah, tapi juga melibatkan DPR, partai politik, hingga civil society yang saat ini dia nilai tengah terpecah.
Dalam forum, seorang akademisi menyebut kenal dengan beberapa penyidik KPK dan menyatakan bahwa mereka adalah orang baik dan berintegritas.
“Kata bapak orang itu (pegawai KPK) orang baik, tapi ya itu kata bapa dan saya. Kata yang lain tidak. Ukurannya siapa yang mau dianggap benar?” ujar Mahfud.
Untuk menegaskan sikapnya yang pro KPK, Mahfud juga mengungkap kedekatan dirinya dengan salah satu penyidik KPK yang dinyatakan tidak lulus dalam TWK, Novel Baswedan.
Mahfud mengaku, saat menjabat Ketua MK, ia pernah memenuhi panggilan Novel untuk diperiksa terkait salah satu kasus korupsi.
“Saya datang periksa. Saya datang tak lebih dari 15 menit. Berdiri, Novel Baswedan ini (bilang), ‘Pak, kalau semua pemimpin bangsa seperti bapak, beres negara ini’. Dia bilang begitu. Saya bilang, kalau saya presiden anda Jaksa Agung,” jelasnya.
Meski begitu, Mahfud melihat banyak orang yang menilai Novel terlalu politis. Menurutnya, banyak pihak menganggap Novel kerap membiarkan orang partai tertentu yang sudah jelas kesalahannya.
Mahfud pun mengingatkan supaya KPK tetap menghormati proses hukum fan dia menegaskan bahwa dirinya tetap pro pada KPK.
Bahkan, Mahfud mengatakan tujuan dirinya datang ke UGM, salah satunya adalah untuk mencari masukan dari akademisi terkait langkah terbaik bagi KPK ke depan.
“Kalau kita mau demokrasi ya seperti itu. Demokrasi yang sekarang itu elitnya oligarkis, bawahnya liar, elitnya oligarkis rakyatnya liar. Gak ada yang al madinah al fadilah, negara yang sempurna,” tukas Mahfud.