Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Lokataru
Polisi mengamankan pendemo yang rusuh di Jalan KS Tubun, Jakarta, Rabu (22/5/2019). Bentok terjadi setelah massa dipukul mundur dari kericuhan di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (21/5/2019) malam. (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Lokataru Foundation Kecam Brutalitas Polisi dalam Penanganan Aksi Unjuk Rasa RUU Pilkada



Berita Baru, JakartaLokataru Foundation mengecam keras tindakan brutalitas yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam penanganan aksi unjuk rasa terkait RUU Pilkada pada 22 Agustus 2024. Unjuk rasa yang berlangsung di Jakarta, Semarang, Yogyakarta, dan beberapa daerah lainnya ini berakhir dengan penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi, mengakibatkan banyak demonstran mengalami kekerasan fisik, penahanan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

Melaui siaran pers Lokataru Foundation yang di terbitkan di laman Instagramnya, @lokataru_foundation, pada Sabtu (24/8/2024), menyatakan bahwa tindakan represif polisi merupakan cerminan dari kegagalan institusi ini untuk bertransformasi menjadi kepolisian sipil (civilian police) yang menghormati hak asasi manusia. “Sebanyak apapun peraturan yang menjamin hak untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat, semua itu tampaknya tidak berlaku bagi Kepolisian RI. Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga tentang negara yang seharusnya menjadi pelindung, malah menjadi ancaman bagi warganya,” ujar Lokataru Foundation.

Aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai kota ini berujung pada tindakan represif yang mengakibatkan dugaan penganiayaan terhadap dua aktivis, Delpedro Marhaen, Direktur Lokataru Foundation, dan Muhammad Iqbal Ramadhan, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Jakarta. Kedua aktivis ini dikabarkan mengalami kekerasan fisik yang diduga dilakukan oleh oknum aparat selama penanganan aksi di Jakarta.

“Brutalitas aparat polisi bukan hanya mencederai para demonstran, tetapi juga merampas hak mereka untuk didampingi oleh penasihat hukum,” tegasnya. Ia juga menambahkan bahwa tindakan polisi yang menangkap 27 demonstran di Polda Metro Jaya dan menahan 159 siswa sekolah di berbagai polres dan polsek merupakan bentuk pengabaian hak asasi manusia yang serius. “Di Bandung dan Semarang, tindakan serupa juga terjadi, dengan 31 orang mengalami kekerasan dan 15 orang harus dilarikan ke rumah sakit,” tambahnya.

Lebih jauh lagi, Lokataru Foundation mengecam tindakan polisi yang menyita dan menggeledah ponsel para korban serta menghalangi pendampingan hukum oleh Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD). “Ini menunjukkan adanya upaya sistematis dari Kepolisian RI untuk membatasi kebebasan berekspresi, berpendapat, serta berkumpul di Indonesia, yang semakin memperburuk kondisi demokrasi kita hari ini,” ungkapnya.

Menanggapi situasi tersebut, Lokataru Foundation menuntut agar Kepala Kepolisian RI, Jenderal Polisi Listyo Sigit, segera memerintahkan pembebasan seluruh demonstran yang ditahan pada tanggal 22 Agustus 2024. “Kami juga mendesak Polri untuk menindak tegas oknum aparat yang melanggar peraturan terkait penghormatan hak asasi manusia dan memastikan akses pemulihan bagi korban kekerasan,” tegas Lokataru.

Selain itu, Lokataru Foundation meminta Kepolisian RI untuk tidak menghalangi upaya pendampingan hukum oleh penasihat hukum serta menerapkan pendekatan berbasis HAM dalam menjalankan tugas dan fungsi terkait penanganan aksi demonstrasi di seluruh wilayah Indonesia.

“Dalam negara demokrasi, kebebasan berpendapat dan berkumpul adalah hak dasar yang harus dihormati. Tindakan brutalitas oleh aparat negara tidak hanya melanggar hukum tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dan demokrasi itu sendiri,” pungkasnya.