LBH Semarang Rilis Catatan Akhir Tahun 2024: “Obituari Demokrasi – Menjaga Nyala, Menembus Kabut Gelap”
Berita Baru, Semarang – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang merilis Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2024 yang bertajuk Obituari Demokrasi: Menjaga Nyala, Menembus Kabut Gelap. Dalam siaran pers yang dirilis Sabtu (21/12/2024), LBH Semarang menyoroti degradasi demokrasi dan maraknya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di era pemerintahan Prabowo-Gibran, yang disebut sebagai kelanjutan dari “legasi kotor” pemerintahan sebelumnya.
Acara perilisan Catahu berlangsung pada Jumat (20/12/2024) di Monod Kota Lama Semarang. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan jaringan masyarakat sipil Jawa Tengah, yang turut mengecam berbagai kebijakan yang dinilai melegitimasi perampasan hak-hak rakyat.
“Pemerintahan saat ini semakin menghidupkan kembali praktik kolonialisme dengan pengerahan aparat, militer, bahkan preman untuk melanggengkan kepentingan kapital. Demokrasi kian kehilangan ruhnya, dan ini adalah obituari menyakitkan bagi kita semua,” ujar seorang perwakilan LBH Semarang.
LBH Semarang mencatat sejumlah kasus pelanggaran HAM sepanjang 2024, dengan data yang memprihatinkan:
- Kebebasan Sipil: Kekerasan oleh aparat mencapai 55% dari seluruh kasus yang terdokumentasi.
- Isu Agraria: Dari 15 kasus agraria, 33% melibatkan perampasan lahan oleh pemerintah dan perusahaan dengan dukungan aparat.
- Lingkungan: Dari 135 kasus pelanggaran lingkungan, 42% berupa banjir, diikuti tanah longsor (28%).
- Perburuhan: PHK buruh mencakup 33% dari pelanggaran di sektor ini.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak juga menjadi sorotan utama. Berdasarkan dokumentasi LBH Semarang, kekerasan seksual mencapai 61%, sementara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) mencapai 52% dari total 124 kasus.
“Ketiadaan aturan turunan yang memadai pasca disahkannya UU TPKS menjadi alasan aparat enggan menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap perempuan. Ini adalah bentuk lain dari macan kertas dalam kebijakan pemerintah,” ungkap LBH Semarang.
LBH Semarang juga menyoroti lemahnya ruang peradilan dalam memberikan keadilan. Contohnya adalah kasus pencemaran lingkungan oleh PT RUM dan sengketa buruh PT Far East Seating. “Meski masyarakat berhasil membawa kasus ini ke pengadilan, putusan hakim seringkali tidak sejalan dengan harapan keadilan,” jelas laporan tersebut.
Meski menghadapi berbagai tantangan, LBH Semarang menyoroti beberapa gerakan rakyat yang tetap kuat, seperti Solidaritas Buruh Perjuangan Sejati (SBPS) di Klaten, Aksi Kamisan, dan gerakan petani Pundenrejo. “Nyala api kecil ini harus terus dirawat untuk memperbesar perlawanan,” kata perwakilan LBH Semarang.
LBH Semarang menyerukan penguatan organisasi dan pendidikan kritis untuk mengatasi represi yang terus meningkat. “Menjaga nyala adalah keharusan di tengah porak-porandanya demokrasi. Hanya dengan perlawanan yang terorganisir, rakyat dapat membajak politik kotor dan meraih kembali keadilan,” tutup laporan tersebut. Catatan Akhir Tahun LBH Semarang 2024 menggambarkan duka mendalam atas kondisi demokrasi yang terus memburuk, namun tetap menyalakan harapan untuk perjuangan yang lebih besar di masa depan.