Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Konglomerat Media Hong Kong Jimmy Lai Ditangkap Berdasarkan Undang-undang Keamanan Nasional
Petugas polisi mengatur penjagaan di luar gedung Next Digital Limited di Tseung Kwan O, yang mereka razia pada Senin pagi. Foto: Winson Wong/SCMP.

Konglomerat Media Hong Kong Jimmy Lai Ditangkap Berdasarkan Undang-undang Keamanan Nasional



Berita Baru, Internasional – Polisi Hong Kong telah menangkap konglomerat media Jimmy Lai di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional atas dugaan kolusi dengan asing, Senin (10/8).

Jimmy Lai adalah pemilik perusahaan media Hong Kong Next Digital dan Apple Daily. Ia terkenal karena dukungannya terhadap kubu pro-demokrasi.

Menurut sumber Global Times, pengusaha berusia 71 tahun itu ditangkap atas tuduhan kolusi dan penipuan asing.

Sementara itu, South China Morning Post melaporkan bahwa penangkapan Jimmy Lai terjadi pada Senin pagi di rumahnya di Distrik Kota Kowloon. Dua anak laki-laki Jimmy Lai dilaporkan juga ikut ditahan.

Pada gilirannya, pada hari Senin, polisi Hong Kong mengatakan bahwa mereka telah menangkap tujuh orang berdasarkan UU Keamanan Nasional atas dugaan kolusi asing.

Polisi sudah melakukan operasi penangkapan sejak Senin pagi. Sedikitnya tujuh laki-laki lokal, berusia antara 39 hingga 72 tahun, telah ditangkap karena dicurigai berkolusi dengan negara asing atau oknum luar yang membahayakan keamanan nasional, persekongkolan, menipu, dan pelanggaran lainnya,” kata siaran pers Polisi Hong Kong.

Siaran pers itu juga menyebutkan bahwa penyelidikan masih berlangsung dan penangkapan lebih lanjut mungkin dilakukan.

Aktivis politik Hong Kong Joshua Wong telah mengutuk penahanan Jimmy Lai.

Pemerintah China memberlakukan UU Keamanan Nasional di Hong Kong pada akhir Juni. Undang-undang tersebut menyesuaikan kebijakan keamanan di Hong Kong dengan persepsi Beijing tentang kejahatan dan hukuman yang berkaitan dengan separatisme, subversi, terorisme, dan kolusi dengan negara asing.

Undang-undang tersebut telah memancing reaksi dari oposisi Hong Kong dan Barat. Sebagai protes, Amerika Serikat telah mengakhiri perlakuan ekonomi preferensial untuk kota tersebut. Inggris dan Kanada juga mengutuk keras langkah China dalam memberlakukan UU tersebut.