Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Komnas Perempuan Apresiasi Putusan MK dan Soroti Kekurangan UU Cipta Kerja
Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa UU Cipta Kerja masih menyisakan tantangan besar. (Foto: Komnas Perempuan)

Komnas Perempuan Apresiasi Putusan MK dan Soroti Kekurangan UU Cipta Kerja



Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan pernyataan sikap terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak permohonan uji formil Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Dalam siaran pers yang diterbitkan pada Minggu (1/12/2024), Komnas Perempuan mengapresiasi langkah MK yang mencabut dan merevisi 21 pasal dalam UU tersebut, meski tetap menyoroti berbagai kekurangan regulasi itu dalam memenuhi hak-hak pekerja, terutama perempuan.

“Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 menunjukkan kemajuan dalam pemenuhan hak dasar pekerja, seperti pengutamaan tenaga kerja Indonesia dan pengaturan yang lebih manusiawi terkait PHK serta pesangon. Namun, masih ada celah besar dalam melindungi hak pekerja perempuan,” ujar Komnas Perempuan dalam pernyataannya.

Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa UU Cipta Kerja masih menyisakan tantangan besar, termasuk kurangnya perlindungan bagi pekerja sektor informal, yang mayoritas diisi oleh perempuan. Selain itu, beberapa isu yang disorot meliputi:

  • Tidak adanya peningkatan perlindungan hak maternitas.
  • Minimnya ketentuan afirmasi bagi karier pekerja perempuan.
  • Belum ditetapkannya mekanisme pencegahan kekerasan, termasuk kekerasan seksual di tempat kerja.

“UU ini juga masih menggunakan istilah penyandang cacat yang memperkuat stigma negatif terhadap pekerja disabilitas, serta memberikan peluang PHK atas dasar sakit berkepanjangan atau kecelakaan kerja setelah 12 bulan,” tambah Komnas Perempuan.

UU Cipta Kerja juga dianggap melonggarkan pengawasan terhadap Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), yang bisa memperburuk eksploitasi terhadap pekerja migran. “Fleksibilitas pengaturan hanya akan menambah kerentanan perempuan pekerja migran terhadap kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang,” tegas Komnas Perempuan.

Komnas Perempuan mengajukan lima rekomendasi kepada pemerintah dan DPR RI, di antaranya:

  1. Membuat aturan baru tentang ketenagakerjaan berdasarkan Putusan MK dengan mengutamakan prinsip konstitusi dan hak asasi manusia.
  2. Memperkuat perlindungan pekerja informal, termasuk perempuan, melalui pengakuan hak kerja layak.
  3. Menyusun regulasi khusus yang mencakup perlindungan hak maternitas dan pencegahan kekerasan di tempat kerja.
  4. Mengatur ulang tata kelola pekerja migran untuk mencegah eksploitasi.
  5. Menjamin perlindungan dan perluasan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas.

Komnas Perempuan menutup pernyataannya dengan harapan bahwa revisi kebijakan mendatang benar-benar berlandaskan prinsip keadilan, tidak hanya bagi pekerja secara umum tetapi juga kelompok rentan seperti perempuan, pekerja informal, dan disabilitas.