Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Komnas Perempuan
DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN LANGGAR HAM: Salah satu aksi solidaritas kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki sebelum pandemi (foto istimewa).

Komnas Perempuan Ajak Refleksi Sumpah Pemuda untuk Lawan Intoleransi dan Diskriminasi



Berita Baru, Jakarta – Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-96 pada 28 Oktober 2024, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk merenungi semangat ikrar pemuda tahun 1928 yang mencakup keberagaman, toleransi, dan anti-kekerasan. Komnas Perempuan menyoroti maraknya diskriminasi, intoleransi, dan kekerasan yang semakin meresahkan di berbagai sektor kehidupan, khususnya terhadap perempuan dan kelompok minoritas.

“Semangat Sumpah Pemuda ini masih sangat relevan untuk menciptakan bangsa yang maju dan bermartabat, yang menjunjung nilai-nilai keberagaman, toleransi, kebhinekaan, anti kekerasan, dan non-diskriminatif,” ungkap Alimatul Qibtiyah, Komisioner pengampu Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan yang dimuat dalam siaran pers pada Kamis (31/10/2024). Ia menambahkan bahwa intoleransi dan kekerasan, seperti kekerasan berbasis gender dan diskriminasi agama, kini kerap terjadi di berbagai tempat, termasuk sekolah.

Komnas Perempuan juga mengkritik sejumlah kebijakan yang dianggap membatasi hak perempuan, seperti aturan berjilbab di lingkungan pendidikan dan kantor pemerintahan. “Komnas Perempuan mencatat 72 kebijakan masih berlaku, termasuk 50 Peraturan Kepala Daerah dan 22 Peraturan Daerah yang mengatur busana,” tambahnya. Kebijakan ini telah menjadi sumber diskriminasi dan intoleransi di sekolah, dengan kasus-kasus perundungan hingga percobaan bunuh diri akibat pemaksaan berjilbab.

Mariana Amiruddin, Wakil Ketua Komnas Perempuan, mengingatkan bahwa perempuan juga berperan penting dalam Sumpah Pemuda, meski sering kali terlupakan. “Sumpah Pemuda bukan hanya soal pemuda, tetapi juga pemudi dan kaum perempuan yang turut membentuk ikrar kebangsaan,” katanya, menyebut tokoh-tokoh perempuan seperti Nona Purnomowulan dan Siti Sundari Sudirman yang terlibat dalam Kongres Perempuan Indonesia pada tahun 1928.

Komnas Perempuan menyambut baik kehadiran Permendikbudristekdikti Nomor 55 Tahun 2024 yang mengatur pencegahan kekerasan, intoleransi, dan perundungan di sekolah. “Keragaman identitas terkadang justru digunakan untuk diskriminasi. Permendikbudristekdikti ini penting untuk menangani kekerasan seksual serta kekerasan berbasis identitas lainnya,” jelas Alimatul.

Sebagai penutup, Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, menegaskan pentingnya langkah lintas kementerian untuk meninjau ulang aturan berpakaian yang bersifat diskriminatif di sekolah negeri. “Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memegang teguh semangat Sumpah Pemuda dalam menjalankan tugasnya, demi mewujudkan bangsa Indonesia yang maju dan bermartabat tanpa kekerasan dan diskriminasi,” ujar Andy.