Koalisi Masyarakat Sipil Khawatir Kebangkitan Dwifungsi ABRI
Berita Baru, Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyatakan keprihatinannya atas pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengenai multifungsi ABRI. Mereka mengkhawatirkan bahwa hal ini bisa memicu kebangkitan kembali Dwifungsi ABRI. Pernyataan Jenderal Agus tersebut menanggapi revisi Undang-Undang TNI yang dianggap sebagai upaya untuk menghidupkan kembali fungsi ganda ABRI.
Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, melalui keterangan tertulis pada Jumat, 8 Juni 2024, mengungkapkan bahwa pernyataan Panglima TNI tersebut hanya memperkuat kekhawatiran publik mengenai kebangkitan Dwifungsi ABRI.
“Dengan pernyataan Panglima TNI tersebut, justru mengkonfirmasi pandangan dan kekhawatiran yang berkembang di publik terkait akan dihidupkannya kembali Dwifungsi ABRI,” ujar Gufron dalam keterangan persnya, Jumat (7/6/2024).
Gufron menambahkan bahwa Panglima TNI seharusnya lebih fokus pada penyelesaian sejumlah pekerjaan rumah reformasi TNI yang masih tertunda, serta melakukan evaluasi atas sejumlah pelaksanaan tugas yang menyalahi UU TNI, seperti meluasnya kehadiran militer di ranah sipil.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, juga menyuarakan pandangan serupa. Ia menyatakan bahwa pernyataan Panglima TNI ini salah dan keliru. Menurut Isnur, sebagai negara demokrasi, Indonesia harus memisahkan antara domain sipil dan militer.
“Militer sesuai dengan hakikat keberadaannya dididik, dibiayai dan dipersiapkan untuk menghadapi peperangan (pertahanan negara), bukan untuk mengurusi urusan sipil yang orientasinya pelayanan publik,” kata Isnur.
Isnur menjelaskan bahwa kehadiran militer di luar bidang pertahanan negara menyalahi prinsip demokrasi dan tata kelola negara demokratis. Apalagi, Indonesia bukan lagi berada di era otoritarian seperti masa Orde Baru di mana militer hadir di setiap lini kehidupan masyarakat. Pernyataan Panglima TNI tersebut juga tidak sejalan dengan semangat dan agenda reformasi TNI 1998 yang mengamanatkan penghapusan Dwifungsi ABRI.
Menurut Isnur, TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 secara tegas menyatakan bahwa Dwifungsi ABRI adalah hal keliru dan menyebabkan berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial politik. “Oleh karena itu, Dwifungsi ABRI warisan otoritarian Orde Baru sudah seharusnya dikoreksi, bukan malah dilegalisasi dan dihidupkan kembali,” tegas Isnur.
Mandat ini juga diperkuat dalam Pasal 30 ayat (3) UUD NRI 1945 yang menegaskan bahwa fungsi TNI adalah sebagai alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. “Kami memandang, dalam kondisi tertentu, memang tetap dimungkinkan pelibatan TNI di luar sektor pertahanan. Namun, pelibatan tersebut adalah dalam rangka tugas perbantuan kepada pemerintahan sipil dan bukan dalam kerangka untuk melegalisasi Dwi atau multi fungsi TNI,” tambah Isnur.
Pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada Kamis, 6 Juni 2024, di gedung DPR RI menyatakan bahwa yang terjadi sekarang adalah multifungsi TNI dan bukan lagi Dwifungsi ABRI. “Sekarang bukan Dwifungsi ABRI lagi, multifungsi ABRI, ada bencana kita di situ, ya kan? Jadi jangan berpikiran seperti itu,” kata Agus.
Namun, kritik terhadap rancangan revisi UU TNI masih terus mengemuka. Rancangan tersebut dinilai memuat aturan yang menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI melalui pelonggaran aturan serta perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif.