Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Khawatir Genosida oleh Azerbaijan, 120 Ribu Orang di Nagorno-Karabakh Pindah ke Armenia
Seorang pria mengeluarkan barang-barangnya setelah rumahnya ditembaki di Gyandzha, Azerbaijan (Foto: Getty Images)

Khawatir Genosida oleh Azerbaijan, 120 Ribu Orang di Nagorno-Karabakh Pindah ke Armenia



Berita Baru, Jakarta – Sebanyak 120.000 warga etnis Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh memutuskan untuk meninggalkan wilayah tersebut dan berangkat ke Armenia. Keputusan ini diambil karena mereka enggan hidup sebagai bagian dari Azerbaijan dan khawatir akan terjadinya pembersihan etnis (genosida) di wilayah tersebut.

“Sembilan puluh sembilan koma sembilan persen lebih memilih meninggalkan tanah bersejarah kami. Nasib masyarakat miskin kami akan tercatat dalam sejarah sebagai aib dan aib bagi rakyat Armenia dan seluruh peradaban dunia,” kata Pemimpin wilayah yang memisahkan diri, David Babayan dikutip dari CNA, Senin (25/9/2023).

Meskipun Azerbaijan telah mengklaim akan menjamin hak-hak mereka dan mengintegrasikan wilayah tersebut, warga Armenia di Nagorno-Karabakh tetap merasa cemas terhadap potensi penindasan dan pembersihan etnis.

Sejarah konflik di wilayah ini telah panjang. Ketika Uni Soviet runtuh, konflik dikenal sebagai Perang Karabakh Pertama meletus (1988-1994) antara orang-orang Armenia dan Azerbaijan, menyebabkan sekitar 30.000 kematian dan lebih dari satu juta orang mengungsi.

Pemerintah Armenia telah merespons dengan mengalokasikan ruang untuk setidaknya 40.000 orang yang akan tiba di Armenia. Namun, masih ada ketidakpastian tentang di mana 120.000 warga tersebut akan diakomodasi di Armenia, yang memiliki populasi hanya sekitar 2,8 juta jiwa.

Perdana Menteri Armenia, Nikol Pashinyan, menjelaskan bahwa jika kondisi yang layak tidak terpenuhi di Nagorno-Karabakh dan tidak ada mekanisme perlindungan yang efektif terhadap pembersihan etnis, warga Armenia di wilayah tersebut akan melihat pengasingan sebagai satu-satunya cara untuk melindungi nyawa dan identitas mereka.

Sementara itu, Komite Palang Merah Internasional telah mulai melakukan pencatatan terhadap orang-orang yang mencari anak-anak tanpa pendamping atau yang kehilangan kontak dengan anggota keluarganya.