Ketum BMI: Revisi UU TNI Harus Terbuka dan Partisipatif
Beritabaru.co – Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI), Farkhan Evendi, menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik. Menurutnya, langkah ini penting untuk menjaga supremasi sipil dalam tata kelola negara.
“Masyarakat tidak perlu apriori atau berburuk sangka terhadap upaya revisi UU TNI. Revisi atau penyempurnaan UU TNI adalah hal yang wajar untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan tantangan baru. Namun, proses ini harus mempertegas batasan peran TNI dalam kehidupan politik dan sosial, sehingga supremasi sipil tetap terjaga,” ujar Farkhan.
Farkhan menekankan bahwa pemerintah dan DPR harus membuka ruang diskusi yang luas dalam proses revisi UU TNI.
“Justru, pemerintah dan DPR perlu secara sungguh-sungguh meminta pandangan dan pendapat masyarakat. UU TNI adalah milik seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya milik pemerintah, DPR, atau TNI,” tegasnya.
Penguatan Supremasi Sipil dalam Revisi UU TNI
Menurut Farkhan, revisi UU TNI harus memperkuat supremasi sipil dengan membatasi keterlibatan TNI dalam politik dan urusan sipil. Ia menegaskan bahwa TNI harus tetap fokus pada tugas utamanya, yakni menjaga kedaulatan negara.
“UU TNI dan hasil revisinya nanti harus menjadi milik seluruh anak bangsa, milik Negara Kesatuan Republik Indonesia. TNI adalah tentara rakyat, dan sejarah panjang perjuangannya membuktikan hal itu. TNI tidak boleh berjarak atau terpisah dari rakyat,” katanya.
Farkhan juga menyoroti pentingnya mekanisme public hearing dalam revisi UU TNI.
“Public hearing yang substantif adalah hal yang lazim dalam pembentukan atau revisi undang-undang. Para ahli dari berbagai perspektif juga perlu diminta pandangan dan pendapatnya,” ujarnya.
Transparansi dan Demokrasi dalam Revisi UU TNI
Farkhan menegaskan bahwa proses revisi UU TNI yang transparan akan menghasilkan aturan yang lebih baik dan memiliki legitimasi tinggi.
“Proses yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula,” katanya.
Ia juga menekankan bahwa revisi ini harus menjaga keseimbangan antara peran militer dan otoritas sipil dalam demokrasi Indonesia.
“TNI harus tetap fokus pada tugas utamanya, yaitu menjaga kedaulatan negara dan keutuhan wilayah, tanpa terjebak dalam urusan politik praktis. Ini adalah bagian dari upaya menjaga supremasi sipil,” jelasnya.
Pernyataan Farkhan ini sejalan dengan pandangan Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang menegaskan pentingnya dialog dalam demokrasi. Saat menghadiri diskusi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo, Jepang, Jumat (7/3), SBY menekankan bahwa komunikasi antara pemerintah dan rakyat harus terus diperkuat agar kebijakan tetap selaras dengan harapan publik.
Di akhir pernyataannya, Farkhan mengajak semua pihak untuk bersikap sabar dan disiplin dalam menyikapi proses revisi UU TNI.
“Wallahu a’lam, semoga proses ini berjalan dengan baik dan menghasilkan yang terbaik bagi bangsa dan negara,” tutupnya.
Dengan keterbukaan dan transparansi, revisi UU TNI diharapkan tidak hanya menyesuaikan aturan dengan perkembangan zaman, tetapi juga semakin memperkuat supremasi sipil sebagai prinsip utama dalam demokrasi Indonesia.