Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Kepala Kemenag Pamekasan Silaturrahim ke PCNU Galang Dukungan Moderasi Beragama

Kepala Kemenag Pamekasan Silaturrahim ke PCNU Galang Dukungan Moderasi Beragama



Berita Baru, Pamekasan – Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan, Jawa Timur, mendukung penuh program moderasi beragama yang digagas oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Program ini dinilai efektif menjadi perekat kebangsaan karena Indonesia merupakan negara yang multi agama.

Dukungan ini disampaikan Sekretaris PCNU Pamekasan, Moh Dahlan setelah menerima kunjungan Kepala Kemenag Pamekasan Ahmad Mawardi, Sabtu (18/6/2022) malam.

Dahlan menuturkan, sebagian materi moderasi beragama yang digagas Kemenag senafas dengan keputusan Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama tahun 2019, dimana tidak ada sebutan kafir untuk melabeli non-muslim di Indonesia dalam ranah sosial dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Istilah kafir tidak dikenal dalam sistem kewarganegaraan pada suatu negara dan bangsa.

“Siapapun warga Indonesia yang beragama lain, jangan ada sebutan kafir, tetapi non-muslim.” terang Moh Dahlan.

Dahlan menambahkan, program moderasi beragama perlu juga didukung oleh organ lainnya yang memiliki kesamaan pandangan dalam hal kebangsaan. Misalnya Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

“Moderasi beragama tidak hanya tanggungjawab NU dan Kemenag, tetapi tugas bersama yang memiliki kesamaan dalam pandangan kebangsaan,” ungkap mantan Ketua PC GP Ansor Pamekasan ini.

Selain itu, aparat keamanan tidak bisa diam ketika ada benih-benih yang akan menggangu dan merusak moderasi beragama. Jika dibiarkan, benih itu akan tumbuh dan akan merusak kebhinekaan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Aparat keamanan harus tegas jika ada benih intoleransi, sebab taruhannya adalah keutuhan NKRI,” ungkapnya.

Benih-benih intoleransi dan ekstremisme agama di Kabupaten Pamekasan sudah terlihat dan terang. Namun aparat keamanan menutup mata. Misalnya, menilai orang yang tidak sama dalam pemahaman agama, distigma kafir dan murtad.

“Takfiri dan pemurtadan sesama muslim itu, bagian dari benih ekstrimisme agama. Pada puncaknya, pemahaman seperti ini menjadi terorisme,” tandasnya.

Sementara itu, Katib Syuriah PCNU Pamekasan, Abdul Bari menjelaskan, penyebutan mukmin dan kafir itu ada di ranah privat teologis masing-masing agama. Bagi orang Islam, non-muslim itu kafir, begitu juga sebaliknya.

“Tetapi, idiom ini tidak berlaku di ranah publik (mu’âmalah wathaniyah). Semua adalah warga negara yang berkedudukan sederajat,” tegas pria yang akrab disapa Kiai Katib ini.

Rasulullah SAW pada Pada saat mendirikan negara Madinah, kaum Muslim dan Yahudi dengan beragam suku dan agama lainnya disebut sebagai Ummatan Wâhidah. Dalam konteks bernegara saat ini, ketika ada pemerintah menyampaikan program yang berkaitan dengan istilah non-muslim dan kafir, harus dilihat dulu konteksnya.

Namun dalam konteks pengajaran agama, Islam khususnya, yang disampaikan kepada orang Islam dan mengutip ayat Alquran, kata kafir sifatnya mutlak dan tidak boleh diganti dengan kalimat non-muslim.