Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ryu Ho-jeong
Ryu Ho-jeong

Kenakan Gaun Berwarna-warni, Seorang Anggota Parlemen Perempuan Korsel Tuai Komentar Seksis dan Misogini



Berita Baru, Internasional – Seorang anggota parlemen perempuan di Korea Selatan dikritik karena memakai pakaian berwarna-warni saat menghadiri sesi pertemuan parlemen, dilansir dari The Guardian, Jumat (7/8).

Ryu Ho-jeong (28) merupakan anggota termuda majelis nasional Korea Selatan, ia menuai berbagai kritik dan pujian hanya karena gaun merah mini yang dikenakannya saat menghadiri pertemuan parlemen. Pakaian yang dikenakannya – yang kontras dengan jas dan dasi gelap yang dikenakan oleh sebagian besar anggota parleme laki-laki – memicu komentar misogini dan seksis.

Salah satu komentar seksis untuk Ryu yang dilontarkan di forum pendukung partai Demokrat di facebook mengatakan, “tampak seolah-olah dia sedang hadir di ruang majelis untuk mengumpulkan pembayaran untuk minuman beralkohol”, menurut kantor berita Yonhap.

Beberapa anggota parlemen lainnya membela Ryu, terutama anggota parlemen perempuan, mereka mengutuk komentar dan cibiran itu sebagai sebuah tindakan yang sangat seksis.

Dalam sebuah postingan di Facebook, Ko Min-jung, seorang anggota partai yang saat ini berkuasa mengaku berterima kasih kepada Ryu karena berani mendobrak kekakuan tradisi dan otoriterisme yang berlebihan di majelis nasional.

Ryu sendiri mengatakan, pilihan pakaiannya sengaja dirancang untuk menantang dominasi pria di majelis 300 kursi, dengan hanya 57 anggota parlemen perempuan yang terpilih pada bulan April lalu.

“Di setiap rapat paripurna, kebanyakan anggota parlemen, laki-laki dan paruh baya, muncul dengan jas dan dasi, jadi saya ingin menghancurkan tradisi itu,” katanya kepada Yonhap. “Wewenang majelis nasional tidak dibangun di atas jas itu.”

Ryu adalah bagian dari gerakan wanita Korea Selatan yang menentang ekspektasi lama tentang cara berpakaian seorang perempuan untuk tampil di depan umum.

Kampanye “escape the corset” didorong oleh reaksi terhadap standar kecantikan yang menuntut wanita menghabiskan waktu berjam-jam untuk merias wajah dan melakukan perawatan kulit, serta mencapai tampilan tertentu dengan menjalani serangkaian operasi kecantikan.