Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Capai 457.895 pada 2022
Berita Baru, Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 457.895 kasus pada tahun 2022.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, yang mencatat adanya sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2021, Komnas Perempuan mencatat sebanyak 459.094 kasus kekerasan.
Andy mengutip Catatan Tahunan Komnas Perempuan yang dirilis pada Kamis (25/5), menyatakan bahwa secara keseluruhan, terjadi penurunan jumlah pengaduan kasus kekerasan pada tahun 2022 dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 457.895 dari 459.094 kasus.
Data ini diambil dari 137 Lembaga Layanan dan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag). Selain itu, terdapat 4.371 kasus pengaduan khusus yang masuk ke Komnas Perempuan, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 4.322 kasus.
Komnas Perempuan menerima rata-rata 17 kasus pengaduan per hari, hampir dua kali lipat dari tahun 2020. Andy menjelaskan bahwa sebanyak 339.782 kasus dari total pengaduan tersebut merupakan kekerasan berbasis gender (KBG), di mana 3.442 di antaranya diadukan ke Komnas Perempuan.
Dari total kasus KBG, sebanyak 336.804 kasus atau hampir 99 persen terjadi dalam ranah personal. Sedangkan dalam pengaduan yang diterima oleh Komnas Perempuan, kasus KBG di ranah personal mencapai 61 persen atau 2.098 kasus. Sementara itu, kasus KBG di ranah publik tercatat sebanyak 2.978 kasus, dengan 1.276 di antaranya dilaporkan kepada Komnas Perempuan. Terjadi pula peningkatan hampir dua kali lipat dalam kasus KBG di ranah negara, dari 38 kasus pada 2021 menjadi 68 kasus pada 2022.
Secara rinci, kasus kekerasan dalam ranah personal yang diterima oleh Komnas Perempuan didominasi oleh kekerasan mantan pacar (KMP) sebanyak 713 kasus atau 34 persen, diikuti oleh Kekerasan Terhadap Istri (KTI) sebanyak 622 kasus atau 30 persen, dan Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) sebanyak 422 kasus atau 20 persen. Komposisi kasus tersebut tidak berbeda dengan tahun sebelumnya.
Andy menjelaskan bahwa tingginya kasus KMP dan KDP juga dipengaruhi oleh fenomena peningkatan interaksi perempuan melalui media online, yang membuat mereka lebih rentan terhadap kekerasan.