Kasus Kekerasan dan Eksploitasi PRT Meningkat, RUU PPRT Mendesak Disahkan
Berita Baru, Jakarta – Pemerintah diharapkan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) sebagai upaya mendesak mengatasi berbagai kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap PRT. Data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mencatat 25 kasus terkait PRT yang diadukan sepanjang 2019-2023, dengan JALA PRT melaporkan 2.641 kasus kekerasan terhadap PRT pada periode 2018-2023.
Veryanto Sitohang Komisioner Komnas Perempuan menyatakan bahwa berbagai kasus kekerasan dan penyiksaan lainnya yang dialami PRT sebagai fenomena gunung es, hanya sedikit yang tergambar di permukaan namun kasus yang sesungguhnya jauh lebih besar yang ironisnya tidak dilaporkan dan didokumentasikan karena berbagai hambatan.
“Tidak hanya PRT, pemberi kerja juga memerlukan payung hukum yang memberikan jaminan hubungan yang setara dan mengakomodir hak-hak dan kewajiban antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga. Sehingga pemberi kerja dan pekerja rumah tangga sama-sama terlindungi,” lanjut Veryanto.
Veryanto menegaskan bahwa situasi ini seharusnya menjadi pertimbangan DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Mengingat DPR RI telah menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisiatif DPR pada Maret 2023.
“Presiden juga telah mengirimkan Daftar Inventaris Masalah ( DIM) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk melakukan pembahasan RUU PPRT bersama DPR. Ironisnya lebih dari 20 tahun, RUU PPRT belum ada tanda-tanda untuk disahkan,”
Wakil Ketua Komnas Perempuan, Olivia Chadidjah Salampessy, menekankan pentingnya pengesahan RUU PPRT untuk melindungi perempuan dari diskriminasi dan kekerasan.
“Komnas Perempuan meminta agar DPR periode 2019-2024 segera membahas, menetapkan, dan mengesahkan RUU PPRT menjadi Undang-Undang,” tegasnya.
Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan bahwa Komnas HAM juga sering menerima pengaduan terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap PRT, termasuk gaji tidak dibayar, hilang kontak, kekerasan, perdagangan orang, dan kekerasan seksual.
Menurut Anis, Komnas HAM mendukung percepatan pengesahan RUU PPRT untuk memberikan kepastian hukum dan mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan terhadap PRT.
Ketua KPAI, Ai Maryati, menyoroti pentingnya RUU PPRT dalam melindungi anak-anak dari pekerjaan berbahaya.
“RUU PPRT menjadi salah satu harapan yang perlu segera disahkan dalam upaya berkelanjutan memberikan perlindungan terhadap situasi dan kondisi anak yang kerap dilibatkan dalam PRT,” tegasnya.
Komisioner KND, Fatimah Asri Mutmainnah, menekankan bahwa RUU PPRT adalah oase di tengah kekosongan hukum pelindungan PRT yang rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi.
“Komisi Nasional Disabilitas sangat berharap kehadiran RUU PPRT menjadi momentum bagi negara untuk menciptakan pelindungan yang optimal dan komprehensif terhadap seluruh PRT, termasuk para pekerja migran yang rentan menjadi korban akibat praktik ilegal,” ujar Fatimah.