Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jikalahari Pertanyakan Penanganan Kasus Korporasi Karhutla oleh Polda Riau
Ilustrasi kerusakan hutan di Indonesia (foto: Istimewa)

Jikalahari Pertanyakan Penanganan Kasus Korporasi Karhutla oleh Polda Riau



Berita Baru, Jakarta – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mempertanyakan keseriusan Polda Riau atas minimnya penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Koordinator Jikalahari Made Ali mengatakan semestinya perkara korporasi karhutla jauh lebih banyak dibandingkan dengan perkara yang bersifat individual.

“Sebab sepanjang 2015-2020 saja dominan areal korporasi terbakar luas,” kata Made Ali.

Made menjelaskan, berdasarkan analisis Jikalahari melalui Satelit Terra Aqua Modis sepanjang 2015 – 2020 terdapat 16.546 titik hotspot di areal korporasi, 6.040 titik dengan confidance di atas 70 persen.

Perusahaannya adalah PT Sumatera Riang Lestari 555 titik. PT RAPP 371 titik, PT Satria Perkasa Agung 260 titik, PT Rimba Rokan Lestari 251 titik, PT Ruas Utama Jaya 124 titik, PT Surya Dumai Agrindo 179 titik, PT Palma Satu 143 titik, PT Agroraya Gematrans 123 titik, PT Alam Sari Lestari 80 titik, PT Sumber Sawit Sejahtera 61 titik, PT Gelora Sawit Makmur 55 titik, PT Teso Indah 41 titik dan PT Teguh Karsa Wana Lestari 39 titik.

“Temuan Jikalahari hasil investigasi 2019 dan 2020 menemukan 13 korporasi sengaja biarkan lahannya dibakar. Perusahaannya adalah PT Sumatera Riang Lestari, PT Surya Dumai Agrindo, PT Arara Abadi Siak, PT Teguh Karsa Wana Lestari, PT RAPP Siak, PT Gelora Sawita Makmur, PT Sumber Sawit Sejahtera, PT Arara Abadi Sorek, PT Tabung Haji Indo Plantation, PT Teso Indah, PT Adei Plantation dan Industri, PT RAPP Pelalawan dan PT Sumatera Riang Lestari Inhil,” tuturnya.

“Hakim sudah progresif. Artinya kasus yang melibatkan korporasi dihukum dalam perkara karhutla. Lalu mengapa Polda Riau hanya sedikit menangani perkara korporasi karhutla?” tegas Made.

Dalam keterangan resmi Jikalahari, terdapat 18 klasifikasi perkara pidana lingkungan hidup dari 12 kabupaten/kota di riau yang dirilis oleh Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) di 11 pengadilan tingkat pertama di Riau.

“Berdasarkan jumlah perkara, Kuantan Singingi dan Rokan Hilir, wilayah paling buruk kualitas lingkungan hidupnya dengan jumlah masing-masing 22 perkara. Selanjutnya Indragiri Hulu dan Bengkalis 20 perkara, Pelalawan dan Pekanbaru 17 perkara, Kepulauan Meranti 9 perkara, Siak 8 perkara, Indragiri Hilir 5 perkara, Kampar dan Dumai 4 perkara. Hanya Rokan Hulu yang tidak ada perkara lingkungan hidup pada tahun tersebut,” demikian bunyi rilis yang diterbitkan pada Selasa (12/1).

Jikalahari mengatakan, bila ditinjau dari jenis-jenis perkara lingkungan hidup, Pelalawan lebih banyak masalah lingkungannya. Antara lain, hal-hal yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup; kebakaran hutan; kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan (mineral, batu bara), minyak dan gas bumi; konservasi sumber daya alam; penebangan kayu dan satwa liar (penangkapan, perdagangan).

Sementara, Pekanbaru, dengan masalah lingkungan, kebakaran hutan; kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan (mineral, batu bara), minyak dan gas bumi; penangkapan ikan (dengan racun, bahan peledak/bom ikan) dan penebangan kayu serta satwa liar (penangkapan, perdagangan, dll).

Lalu, Indragiri Hulu, dengan masalah lingkungan, kebakaran hutan; kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan (mineral, batu bara), minyak dan gas bumi; konservasi sumber daya alam dan penebangan kayu.

“Kemudian, Kuantan Singingi, Rokan Hilir dan Bengkalis, sama-sama punya 3 masalah lingkungan. Antara lain, kebakaran hutan; penebangan kayu dan Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA). Bedanya, Kuantan Singingi tak punya masalah KSDA tapi banyak masalah kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan (mineral, batu bara), minyak dan gas bumi,” jelasnya.

“Tiga kabupaten lainnya juga punya dua masalah lingkungan. Kepulauan Meranti, kebakaran hutan dan penebangan kayu. Indragiri Hilir, hal-hal yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup serta kebakaran hutan. Kampar, hal-hal yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup dan penebangan kayu,” imbuhnya.

Terakhir, Siak, punya masalah kebakaran hutan, sementara Dumai, masalah penebangan kayu. Hanya Rokan Hulu, tak ada masalah lingkungan hidup selama 2020.