Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

JATAM Sebut Keberadaan Eks Jenderal TNI-POLRI di Tambang Picu Konflik Kepentingan

JATAM Sebut Keberadaan Eks Jenderal TNI-POLRI di Tambang Picu Konflik Kepentingan



Berita Baru, Jakarta – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyebutkan keberadaan pensiunan jenderal TNI dan Polri di perusahaan tambang syarat konflik kepentingan.

Selain itu, keberadaan mereka juga diduga membuat penanganan konflik di industri pertambangan tebang pilih.

“Ada sedemikian banyak aktor polisi dan tentara yang ternyata terhubung langsung dengan bisnis pertambangan dan memiliki posisi dan jabatan penting,” ujar Divisi Hukum Jatam Nasional Muhammad Jamil dalam keterangan persnya, Minggu (24/1).

Jatam menyebutkan, tokoh-tokoh dari unsur TNI meliputi mantan Menteri Agama Jenderal (Purn) Fachrul Razi (Komisaris PT Antam dan PT Toba Sejahtera), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jenderal (Purn) Luhut Binsar Panjaitan (Komisaris PT Toba Bara Sejahtera), dan mantan Panglima TNI Laksamana (Purn) Agus Suhartono (Komisaris Utama PT Bukit Asam Tbk).

Kemudian Letnan Jenderal (Purn) Agus Surya Bakti (Komisaris Utama PT Antam), Letjen (Purn) Suaidi Marasabessy (Komisaris PT Kutai Energy), Mayjen (Purn) Wardiyono (Direktur Utama PT Agtika Dwi Sejahtera), Letjen (Purn) Sintong Panjaitan (Komisaris PT Adimitra Baratama Nusantara, Pt Kutai Energi dan PT Adimitra Baratama Nusantara).

Kemudian Laksamana Muda (Purn) Syamsul Bahri (Komisaris PT Bintang Prima Energi Pratama), dan Marsekal (Purn) Djoko Suyanto (Komisaris PT Adaro Energy).

Sementara dari unsur Polri terdapat nama-nama seperti, mantan Wakil Kabareskrim Irjen (Purn) Mathius Salempang (Komisaris PT Bukit Baiduri Energi dan Direktur Pt Khotai Makmur Insan Abadi), mantan Kapolda Metro Jaya Komjen (Purn) Nugroho Djayusman (Komisaris PT Bintang Prima Energi Pratama).

Selanjutnya Irjen (Purn) Aryanto Sutadi (Direktur PT Energi Cahaya Industritama dan Direktur PT Dunia Usaha Maju) dan Irjen (Purn) Alpiner Sinaga (Direktur PT Energi Jaya Industritama dan Direktur PT Dunia Usaha Maju).

Jamil menduga banyaknya sosok dari lembaga penegakan hukum di jajaran korporasi tambang memunculkan konflik kepentingan dalam penanganan kasus antara korporasi tambang dengan masyarakat setempat.

“Karena pensiunan polisi dan tentara ternyata terhubung langsung dengan industri ekstraksi ini. Ini yang diabaikan dalam rezim pemerintahan Jokowi, bahwa konflik kepentingan itu bukan masalah. Padahal itu justru masalah besar,” tegasnya.

Menurut Jamil, kondisi dugaan tersebut bisa terlihat dari pola penanganan konflik antara perusahaan tambang dan warga setempat yang dicatat Jatam dalam setahun ke belakang. Sepanjang 2020, kata dia, setidaknya terdapat total 45 kasus konflik pertambangan yang terjadi.

Sebanyak 22 kasus di antaranya terkait pencemaran lingkungan, 13 kasus perampasan lahan, delapan kasus kriminalisasi warga penolak tambah, dan dua kasus pemutusan hubungan kerja. Dari jumlah itu, 13 kasus melibatkan aparat militer atau kepolisian.

Pada kasus kriminalisasi, Jamal mengatakan korporasi dan aparat penegak hukum umumnya menjerat warga yang menolak aktivitas pertambangan dengan jerat pasal yang sering kali tak berhubungan dengan awal mula konflik.

Jatam mencatat terdapat tiga UU lain yang sering dipakai dalam kasus kriminalisasi warga atau aktivis lingkungan yang menolak pertambangan, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba (sebelum revisi), dan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba (setelah revisi).