Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Seorang karyawan PT GKP memerintahkan polisi menangkap emak-emak penolak tambang di Kabupa Konawe Konawe Kepulauan (Konkep). (Foto: Tangkap Layar)
Seorang karyawan PT GKP memerintahkan polisi menangkap emak-emak penolak tambang di Kabupa Konawe Konawe Kepulauan (Konkep). (Foto: Tangkap Layar)

JATAM Bongkar Klaim Izin Tambang PT GKP



Berita Baru, Sulawesi Tenggara – Wakil Bupati Konkep Andi Muhammad Lutfi mengklaim PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) ilegal dan telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan dan Berdasar Rencana Tata Ruang Wilayah  Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Provinsi Sulawesi Tenggara, dengan mengacu pada izin usaha pertambangan dan RTRW Konawe Kepulauan No 22 Tahun 2021.

Namun demikian, Jaringan Tambang (JATAM) Nasional menyebut Konawe Kepulauan atau Pulau Wawonii merupakan pulau kecil, dengan luas hanya 708,32m2. Keberadaan Izin Usaha Pertambagan PT GKP, termasuk sejumlah perusahaan tambanga lainnya di Pulau Wawoni bertentangan dengan amanat UU 1/2014 tentang perubahan atas UU 27/2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau kecil.

“Dimana manfaatnya pulau kecil tidak diprioritaskan untuk aktivitas pertambangan,” kata kata Muh Jamil, Divisi Hukum Jaringan Tambang (JATAM) Nasional, Minggu (7/3).

Bahkan, Menurut Jamil apabila merujuk dokumen Perda 9/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2018-2038, pulau Wawonii tidak dialokasikan untuk kawasan pertambangan.

“Dalam Perda ini, Pulau Wawonii beserta perairan di sekitarnya dialokasikan untuk Kawasan Pemanfaatan Umum, yaitu Kegiatan Perikanan Tangkap,” lanjutnya.

Jamil mengungkap, keberadaan izin tambang PT GKP dan seluruh perusahaan tambang di Konkep sesungguhnya diterbitkan ketika Kabupaten Konkep  masih menjadi wilayah administrasi Kabupaten Konawe. Seluruh proses penerbitan izin tambang tidak diketahui warga.

“Semua berlangsung dalam ruang tertutup, diduga penuh koruptif. Aspek mendasar soal hak veto rakyat untuk menyatakan tidak atau menolak diabaikan, semua untuk kepentingan korporasi tambang dan segelintir elit politik lokal yang tengah berkuasa,” tutur Jamil.

Terminal Khusus (tersus) milik PT GKP yang dibangun di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara, juga tidak diatur dalam Perda Sulawesi Tenggara No. 9 Tahun 2018-2038 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).

“Kasubdit Pulau-pulau Kecil dan Terluar Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Ahmad Aris mengungkapkan sebagaimana diatur dalam pasal 12 Perda No.9 Tahun 2018 dimana lokasi tersebut dialokasikan untuk Kawasan Pemanfaatan Umum Zona Perikanan Tangkap (KPU-PT),” ujarnya.

RTRW Konawe Kepulauan

Sebagaimana diketahui, Kabupaten Konawe Kepulauan, meski telah mekar sejak tahun 2013 lalu, Rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pulau kecil itu masih tertahan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN).

Sehingga untuk kepentingan arahan dalam memanfaatkan ruang, Kabupaten Konawe Kepulauan masih mengacu pada RTRW Konawe, selaku kabupaten induk sebelum dimekarkan. Dalam RTRW Kabupaten Konawe itu, tidak ada alokasi ruang untuk tambang di Konawe Kepulauan.

Namun, setelah terkatung-katung dalam waktu yang lama, draft Rancangan RTRW Konkep yang selama ini tertahan di Kementerian ATR/BPN di Jakarta itu, secara tiba-tiba dibahas melalui Rapat Koordinasi Pembahasan Persetujuan Substansi RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan di Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Tenggara pada pada 23 Maret 2021.

“Tak lama setelah itu, Perda RTRW disahkan, dengan terbitnya Perda No 2 Tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan. Dalam Perda ini, secara mengejutkan terdapat alokasi ruang untuk tambang,” terang Jamil.

“Sebagaimana dengan proses terbitnya izin tambang, proses pembahasan, kajian akademik dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW Konkep yang disahkan itu, tak dibuka ke publik, tidak melibatkan masyarakat, bahkan diduga disusupi kepentingan perusahaan tambang,” sambungnya.

Menurutnya, dugaan ini semakin kuat, mengingat setelah Perda RTRW disahkan, Pemkab Konkep dan PT GKP menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) pada 30 September 2021. Melalui MoU ini, PT GKP memungkinkan untuk bisa menjalankan rencana kegiatan usaha di Pulau Wawonii.

“Dengan demikian, seluruh klaim Pemerintah Kabupaten Konawe Kepulauan melalui Wakil Bupati Andi Muhammad Lutfi melalui video yang telah beredar luas itu, tidak berangkat dari situasi dan realitas sesungguhnya. Pemerintah cenderung menutup-nutupi dan berupaya memanipulasi informasi dari lapangan,” tegas Jamil.

Ia pun menyebut, pernyataan yang disampaikan Wakil Bupati Konkep tampak sebagai upaya untuk membuka jalan bagi beroperasinya PT GKP, anak usaha Harita Group. Sementara warga penolak tambang yang hidup dalam ketakutan akibat derasnya ancaman dan intimidasi justru dibiarkan berjuang sendiri.

“Hal ini semakin menguatkan dugaan ihwal Bupati dan Wakil Bupati Konkep yang lebih sering melayani kepentingan korporasi tambang dari pada bekerja memastikan jaminan hukum bagi warga dan ruang hidupnya yang terus terancam,” tukas Jamil.