Ilmuwan Inggris Uji Vaksin Virus Corona pada Tikus
Berita Baru, Internasional – Para ilmuwan Inggris dari Imperial College London mulai menguji vaksin Virus Corona atau bernama resmi COVID-19 pada tikus.
Paul McKay selaku peneliti Imperial College Lonfon mengatakan kepada AFP mereka baru saja memasukkan vaksin yang mereka dapatkan dari bakteri Virus Corona ke dalam tikus.
“Kami berharap bahwa selama beberapa minggu ke depan kita akan bisa melihat bagaimana respons dari tikus-tikus itu, dalam darah mereka, juga bagaimana respons antibodi mereka terhadap Virus Corona,” imbuhnya.
Akan tetapi, membuat vaksin yang aman dan cukup efektif agar dapat diproduksi massal biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun. Selain itu juga, diperlukan banyak uji coba terhadap hewan dan uji klinis pada manusia.
Para ilmuwan di Imperial College London berharap bahwa penelitian tentang severe acute respiratory syndrome atau biasa dikenal dengan SARS (virus sindrom pernapasan akut), akan sangat membantu dalam mengembangkan vaksin untuk Virus Corona, mengingat SARS dulu juga merupakan virus ganas yang menewaskan 774 orang di 27 negara pada tahun 2003.
“Kami berharap menjadi yang pertama untuk memasukkan vaksin khusus ini ke dalam uji klinis manusia, dan itu mungkin adalah tujuan pribadi kami,” jelas McKay.
“Setelah fase percobaan pertama butuh waktu berbulan-bulan untuk bisa selesai. Setelah percobaan fase pertama selesai, maka dapat segera dimulai menjadi fase percobaan kedua yaitu uji keberhasilan pada manusia. Fase kedua ini juga akan memakan waktu beberapa bulan untuk bisa selesai. Jadi, mungkin baru pada akhir tahun ini akan didapatkan vaksin yang layak, teruji dan efektif digunakan pada manusia,” tambah McKay.
Beberapa kelompok dan organisasi penelitian berlomba untuk mengembangkan obat untuk Virus Corona. Menurut Johns Hopkins Center for System Science, Virus Corona telah menginfeksi lebih dari 43.000 orang dan menewaskan lebih dari 1.000 orang sejak muncul pada bulan Desember 2019.
Perusahan Farmasi Giat Lakukan Penelitian
Pekan lalu, Reuters melaporkan bahwa beberapa perusahaan farmasi, misalnya Moderna Inc., Gilead Sciences Inc. dan Johnson & Johnson, mengatakan bahwa mereka berencana mengembangkan pengobatan Virus Corona.
US Department of Health and Human Services (HHS) atau Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat pada hari Selasa (11/2) juga mengatakan bahwa mereka bekerja sama dengan Regeneron Pharmaceuticals Inc., sebuah perusahaan bioteknologi Amerika, untuk mengembangkan pengobatan Virus Corona.
Menurut sebuah laporan oleh AFP, banyak penelitian tentang wabah Virus Corona didanai oleh Coalition for Epidemic Preparedness Innovations atau dikenal dengan CEPI. CEPI didirikan pada Forum Ekonomi Dunia 2017 untuk mempercepat pengembangan vaksin. Akan tetapi, saat ini para peneliti di Imperial College London tidak menerima dana dari CEPI.
Menurut McKay, tidak adil untuk mengklaim bahwa perusahaan dan peneliti yang berbeda bersaing satu sama lain untuk mengembangkan vaksin.
“Ada begitu banyak cross-sharing terkait semua informasi ini – maksud saya orang Cina, begitu genomnya diurutkan, mereka membagikannya secara bebas dengan semua orang di dunia. Jadi, untuk menempatkannya dalam pengertian kompetitif mungkin tidak akurat. Saya lebih cenderung mengatakan ini adalah perlombaan kolaboratif,” ujar McKay kepada AFP.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Selasa (11/2) secara resmi menamakan virus COVID-19. Kepada wartawan, Tedros Adhanom Ghebreyesus selaku Direktur Jenderal WHO mengatakan bahwa keputusan itu dibuat bertujuan untuk “mencegah penggunaan nama-nama lain yang bisa tidak akurat atau menstigmatisasi.”