Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Hasil Riset: Indeks Toleransi Mahasiswa UB Mengkhawatirkan
sumber: pewarta beritabaru

Hasil Riset: Indeks Toleransi Mahasiswa UB Mengkhawatirkan



Berita Baru, Malang – Peta sebaran toleransi mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) pada taraf mengkhawatirkan. Hal itu berdasarkan paparan dari tim riset UPT Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (PKM) UB di ruang UPT PKM lantai 9 Gedung Pusat Layanan Bersama UB, pada Senin, 23 Mei 2022. Bagaimana peta toleransi mahasiswa UB?

Dengan menggunakan teori Bullard (1996) yang melihat toleransi dari 3 aspek, yaitu pikiran (pemahaman/ kognitif), sikap, dan tindakan. Scanlon (2003) yang mengindikasikan bahwa toleransi adalah penerimaan akan perbedaan, serta batasan toleransi dari Cohen (2004). Indikator utama penelitian ini juga didasarkan atas matra toleransi Forst (2013).

Berdasarkan teori-teori dan rumor yang pernah beredar bahwa UB masuk pada 10 besar kampus radikal (red: berpaham keagamaan radikalisme) versi BNPT maka UPT PKM UB melakukan riset ini secara objektif dan ilmiah. Selain itu, Dr. Mohamad Anas, M. Phil juga menyampaikan bahwa UPT PKM UB ini bidang kerjanya pada pengembangan nilai dan karakter mahasiswa. Sehingga, penelitian ini penting dilakukan guna mengetahui sejauh mana karakter toleransi mahasiswa UB dalam toleransinya.

“Ini adalah penelitian perdana UPT PKM UB tentang pemetaan karakter mahasiswa, ke depannya rencana penelitian lebih lanjut pada aspek religiusitas, nasionalisme, dan kreativitas mahasiswa,” tambah Anas selaku kepala UPT PKM UB.

Menurut Millatuz Zakiyah, S.Pd, M.A, Ia mengatakan bahwa penilitian peta toleransi mahasiswa UB ini dilakukan April 2022. Dengan melibatkan 397 mahasiswa dari 16 fakultas. Dari penelitian itu ditemukan bahwa tingkat toleransi mahasiswa secara keseluruhan masih berada pada tingkatan sedang. Artinya, secara umum, mahasiswa masih ragu untuk bersikap toleransi. 

“Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian ilmiah, yaitu melalui FGD penyusunan definisi, konsep, dan variabel toleransi, penyusunan indikator, penyusunan kuisioner, uji validitas dan reliabilitas data dengan uji coba pada kelompok kecil dan diskusi dengan ahli. Setelah kuisioner terbukti andal dan reliabel, baru dilakukan penyebaran angket secara online kepada mahasiswa dari 16 fakultas di rentang usia 17—22 tahun,” ujar Milla menambahkan.

Hasil Riset: Indeks Toleransi Mahasiswa UB Mengkhawatirkan
Infografik dari tim riset UPT PKM UB.

Ada tujuh indikator dari penelitian ini, pertama adalah tentang pemahaman toleransi mahasiswa. Pada indikator ini surveimenunjukkan bahwa 98,24 % mahasiswa memiliki pemahaman toleransi yang tinggi, 1,26% memiliki pemahaman toleransi yang sedang, dan hanya 0,50% yang memiliki pemahaman toleransi yang rendah.

Kedua, dalam hal sikap penerimaan terhadap perbedaan (inklusif), 94,21% mahasiswa memiliki sikap penerimaan yang tinggi, 5,54% yang memiliki sikap penerimaan dengan kategori sedang, dan hanya 0,25% yang memiliki sikap penerimaan rendah. 

Ketiga, pada indikator pengakuan terhadap keberadaan kelompok minoritas, 50,13% responden memiliki sikap dengan kategori sedang, 44,58% memiliki sikap mengakui keberadaan kelompok minoritas dalam kategori tinggi, dan sisanya, 5,29% mahasiswa berada pada kategori rendalam sikap mengakui keberadaan minoritas.

Keempat, pada aspek sikap tidak memaksakan kehendak, sekitar 75,06% responden masuk dalam kategori sedang, yang mana para responden bersedia menerima dan menghargai pendapat dari teman yang berbeda agama maupun berbeda etnis. Hanya 23, 68% mahasiswa yang memiliki sikap tidak memaksakan  kehendak dengan nilai tinggi dan 1,26% dalam kategori rendah. 

Kelima, dalam sikap saling menghargai perbedaan, seperti menghormati dan menghargai keberagaman suku, agama, dan budaya di Indonesia sebanyak 81,61% atau sekitar 324 mahasiswa/mahasiswi yang mengisi survei masuk ke dalam kategori tinggi, 17, 88% berada pada kategori sedang, dan hanya 0,50% yang berkategori rendah. 

Keenam, pada indikator tindakan intoleransi di lingkungan sekitar, mayoritas responden atau 72,54% menyatakan penolakan, 23,43% ragu-ragu menolak, dan 4,03% cenderung mendukung tindakan intoleransi tersebut. 

Terakhir, dalam praktik toleransi, 62,22% masuk ke dalam kategori tinggi, 37,53% berada pada kategori sedang atau ragu-ragu untuk melakukan praktik toleransi, dan hnaya 0,25% saja yang memiliki praktik toleransi rendah. 

“Ketujuh indikator itulah yang kami jadikan acuan untuk menarik kesimpulan bahwa tingkat toleransi mahasiswa UB pada taraf sedang,” tambah Milla.

Anas juga menegaskan bahwa peta toleransi mahasiswa UB ini bukan untuk menjustifikasi temuan BNPT RI misalnya. Tapi, ini merupakan temuan objektif dan ilmiah yang dilakukan UPT PKM UB.

“Adapun mengapa kami menarik kesimpulan bahwa tingkat toleransi mahasiswa UB pada tahap sedang atau mengkhawatirkan karena survei menunjukkan bahwa secara teori atau konsep toleransi mahasiswa UB cukup tinggi, tapi pada tahap praktik toleransi dan penerimaan terhadap minoritas cukup rendah atau di level gamang,” tegasnya.

Milla mengatakan juga bahwa survei ini dilakukan secara terbuka dan umum terhadap mahasiswanya pada mata kuliah pengembangan kepribadian yang diampu UPT PMK UB. Jadi, mayoritas pengisi kuisionernya adalah mahasiswa semester 1-4. Mereka ialah mahasiswa yang belum merasakan tatap muka secara langsung dengan dosennya.

“Penelitian ini adalah upaya dari UPT PKM UB untuk terus mendampingi nilai dan karakter mahasiswa berbasis data, bukan pada dugaan-dugaan semata,” tegas Milla.

Dari hasil yang cukup mengkhawatirkan tadi, di mana tingkat toleransi mahasiswa pada wilayah praktik di level sedang, Anas menegaskan akan semakin menggencarkan kegiatan mahasiswa dalam praktik langsung untuk memahami toleransi secara utuh. Seperti yang dilakukan sebelumnya pada kegiatan Moral Camp, kemah lintas agama di sebuah desa keberagaman.

“Saya berharap, situasi pandemi segera pulih dan kegiatan seperti Moral Camp bisa terlaksana kembali, agar mahasiswa mendapatkan pengalaman langsung tentang praktik toleransi di masyarakat,” tambah Anas.

Selain itu, Anas juga menginginkan agar kedepannya ada kolaborasi yang strategis dari pemangku kebijakan di UB, khususnya rektor baru agar pengembangan karakter dan kepribadian mahasiswa di UB semakin membaik.

“Pengembangan karakter dan kepribadian mahasiswa ini harusnya menjadi tugas bersama, maka butuh regulasi yang tepat untuk mengawal ini semua. Kebijakan-kebijakan yang berprespektif toleransi juga perlu dibuat di kampus ini guna mewujudkan Brawijaya yang Berkarakter.”

Anas mengakhiri bahwa penelitian dan upaya UPT PMK UB tidak berhenti di sini, ke depan akan ada penelitian lanjutan tentang toleransi dan peta karakter lain yang dibuat. (Muiz/Al)