Gentagenta Biru yang Mengenangmu | Puisi-Puisi Khairur Rosikin Bunang
Semangkok Whiskas Basah
dan Kematian pada Bait Keempat
_adaptasi lagu As The World Caves In-Matt Maltese
Surat kabar mengatakan hari ini
dunia sepenuhnya malam
Kita berdua menatap televisi
sebagai bintang gemintang
Di kedua kakimu yang disilang, aku berpikir
: mata ini, mengapa hanya
mengetahui apa yang terjadi di depan kepala
Sementara telah lolos bom atom
dan meledak membelakangi kita
Sejak cinta harus terbalas,
hati, jenis bunga yang gampang layu ini
mengalami patah ranting berkalikali
mengalami penolakan demi penolakan
Kamu terlalu rapuh karena satu orang saja
Kita perlahan menuju kematian
Perang nuklir mengganas, kamu sebujur kaku
Organ tubuhku tidak berfungsi sepenuhnya
Setelan modismu ditimbun abu
Oh, kesayangan, itu baju kekalahan atas kisah asmaramu
Cat pada kuku kakiku terlepas
Lima jam sebelumnya kamu mengolesnya
Mengelus buluku dan memberi semangkok whiskas basah
Kini bau mesiu membuat mual, mengoyak isi perutku
Telah kuciptakan semua lagu sedih dari suaraku
kepada tak seorang pun
Dan kematian pada bait ke empat puisi ini
adalah satu lagu perpisahan untukmu
“Oh, girls, it’s you that I lie with
As the atom bomb locks in
Oh, that it’s you I watch TV with
As the world, as the world caves in”
2021
Kepalamu Cahaya
Menikung di Malam Hari
_tsabit
Kepalamu cahaya
Menikung di malam hari
Katakata beku
Dari jiwa
Bejibun buku
Ketika tajam pandang itu
Menghunus hulu paragraf
Ilmu pengetahuan membaca
Keberanian dalam dirimu
Sepasang merpati
Saling merapat
Di langit
Bintang daud
Tanpa gantungan
Ritus nyaris tuntas
Menemui batuan
Pohonpohon juga tempayan
“O, pikiran
Satusatunya kesatria
Yang tangguh melawan kenyataan
Di mana kamu lepas zirah
Kebanggaanmu”
“O, pikiran
Satusatunya kesatria
Yang tangguh melawan kenyataan
Di mana kamu lepas zirah
Kebanggaanmu?”
Kilau rontok
Menjatuhkan badan
Ke tuts piano jaman
Membentuk not lagu
Tentang tidur pulas
Dan mimpi paling wadas
2021
Gentagenta Biru yang Mengenangmu
Sebelum Ini
Waktu
Karet sintetis yang meleleh ke dasar kulitmu
Pelan, pedih tetapi menyala
Udara timbultenggelam
Sebagai hal yang tidak bernilai
Sementara usia, lewat melambat
Menjadi air bagi memar
Memberi kesempatan sembuh lebarlebar
Tanganmu,
Sesuatu yang sering memegang janji itu
Memukul tanah
Tubuhmu terbakar
Hatimu yang kecil
Juga terbakar
Kamu lelaki lebih cengeng dari perempuan
Atau anak limatahunan
Yang kehilangan kelereng merah delima
Setiap kali malam susut
Dan rambutmu semakin kusut
Layar handphonemu mengeluarkan lagu paling kalut
“Aku tahu ini semua tak adil
Aku tahu ini sudah terjadi”
Lirik klise itu bagai solar yang dituang
Di atas apimu yang bara
Kamu menangis mengalahkan suara melodi
Yang bermain sesuai alur kunci
Kamu tak seperti seorang pun
Semenjak jatuh cinta
Bintang kecil, bungabunga bahagia
Jalanan gunung, gentagenta biru
Mengenang kamu sebelum ini
Hujan melepas baju pada prem mulutmu
Menggetarkan sekolompok apel merah
Di antara kedua tanganmu
2021
Kemarin Hanya Deretan Pohon Hazel
Bagi jiwamu yang introver
Kemarin hanya deretan pohon hazel
Juga sekeranjang sepi
Yang asli merangkul pedih
Pesta atau perayaan mana pun
Tidak sanggup mengundang
Perempuan seperti kamu
Tetapi maya ini
Fiturfitur efek pada reels Instagram
Telah melakukan banyak hal
Ketika kesedihanmu memuncak
Dan tidak ingin banyak orang tahu
Sekaligus banyak orang tahu
Reels song berbunyi:
“Tuhan, bisakah Kau turunkan hujan dengan petir
Aku ingin menangis tanpa terlihat”
Di dunia yang dibentuk oleh permainan citra
Kamu menangis, tertawa, tersenyum juga semakin percaya diri
Sehari kamu bisa mengunggah lebih dari dua rekaman
Berani membuka sedikit dua bohlam
Yang mungkin lama bersemayam
Kamu menyadari bahwa, bunga lili dalam dirimu
Boleh mekar di luar musim
Orangtuamu, yang kamu ketahui sebagai tukang kebun
Menaruhpancangkan kamu di pot
Menjadikanmu hiasan bagi keluargamu sendiri
Melakukan kejahatan berlarutlarut
Teknologi semakin menarik
Video berdurasi pendek itu akhirnya viral
Beberapa hidung belang menyamar
Sebagai hama kebun, mengetik buah komentar
Yang bugil juga manis, seperti gigitan yang menggetarkan
Menggerogoti tamanmu
2021
Khairur Rosikin Bunang, lahir di Sumenep, Madura. Menulis puisi sejak 2014.