Gagal Genjatan Senjata, Tentara Sudan dan RSF Kembali Perang
Berita Baru, Khartoum – Serangan udara dan artileri mengguncang ibu kota Sudan setelah tentara Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) gagal menyepakati gencatan senjata, Jumat (12/5).
Kedua pihak selama seminggu gagal menyepakati genjatan senjata pada Kamis (11/5), meskipun sudah satu minggu mencoba mencari titik tengah dan menandatangani deklarasi bersama berdamai antara kedua belah pihak.
Tetapi, kedua pihak menurut Amerika Serikat berhasil mencapai kesepakatan yang mencakup komitmen untuk memungkinkan perjalanan yang aman bagi warga sipil, petugas medis dan bantuan kemanusiaan dan untuk meminimalkan bahaya bagi warga sipil dan fasilitas umum.
Sejak pertempuran meletus di negara itu pada 15 April, setidaknya 528 orang telah dipastikan tewas dan 4.599 terluka meskipun korban kemungkinan jauh lebih tinggi.
“Kami berharap perjanjian itu akan menenangkan perang, tetapi kami terbangun dengan tembakan artileri dan serangan udara,” kata Mohamed Abdallah (39 tahun) yang tinggal di Khartoum selatan, Jumat (12/5).
Laporan pertempuran serupa juga datang dari Khartoum Utara. Badan anak-anak PBB mengatakan sebuah pabrik di Khartoum yang memproduksi makanan untuk anak-anak kurang gizi dibakar.
Sekitar 200.000 orang telah melarikan diri dari Sudan ke negara tetangga sejak kekerasan meletus, kata badan pengungsi PBB, menambahkan bahwa puluhan ribu orang telah tiba di Chad dalam beberapa hari terakhir.
Terlepas dari pertempuran yang sedang berlangsung, seorang pejabat senior PBB mengungkapkan optimisme bahwa mediator akan mencapai gencatan senjata dalam beberapa hari ke depan, dengan mengatakan dia mendapat jaminan dari salah satu pihak bahwa mereka akan terus bernegosiasi di Arab Saudi.
“Saya pikir elemen terpenting dari kesepahaman yang ditandatangani kemarin malam adalah bahwa kedua belah pihak berkomitmen untuk melanjutkan pembicaraan mereka,” Volker Perthes, perwakilan khusus untuk Sudan, mengatakan kepada wartawan di Jenewa pada hari Jumat, dikutip dari Reuters.
Gencatan senjata sebelumnya telah berulang kali dilanggar, membuat warga sipil harus menghadapi medan tembak-menembak dan pengeboman yang mengerikan dengan listrik dan layanan air yang gagal, sedikit makanan, dan sistem kesehatan yang ambruk.