Forum Zakat Soroti Tiga Tantangan Utama Soal Regulasi Zakat
Berita Baru, Jakarta – Forum Zakat (FOZ) menyoroti tiga tantangan utama regulasi zakat UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat yang menginjak usia satu dekade.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Bidang II Forum Zakat Arif R. Haryono pada diskusi publik yang bertajuk ‘Arsitektur Zakat Nasional Masa Depan: Menggagas Revisi UU No.23/2011’, Kamis (04/03/2021).
“Persoalan mendasar UU Pengelolaan Zakat adalah ia harus dapat menjawab tiga tantangan utama zakat saat ini, yaitu memperkuat hak konstitusi warga negara dalam pengelolaan zakat, tata kelola zakat yang lebih adaptif dengan ekosistem digital zakat, serta akselerasi kerja kemanusiaan di tingkat global,” kata Arif R. Haryono dalam siaran pers yang diterima Beritabaru.co, Jumat (5/3/2021).
Arif mengatakan negara perlu berperan lebih besar dalam memberikan perlindungan hukum pengelolaan zakat, terutama pada hak warga negara dalam berorganisasi zakat dengan mempermudah proses pendaftaran Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Kemudian, Kementerian Agama dan BAZNAS perlu memperjelas tata kelola zakat, literasi zakat dan wakaf digencarkan, adanya perlindungan profesi amil, serta membuka akses APBN/D terhadap pengembangan kapasitas amil dan organisasi pengelola zakat.
Arif menuturkan, perkembangan transaksi digital zakat beberapa tahun terakhir ini turut menjadi perhatian Forum Zakat. Dengan semakin gencarnya pemanfaatan kanal digital dalam berdonasi, DPR dan Pemerintah perlu memperhatikan aspek perlindungan data pribadi muzakki dan mustahik.
Ia mengungkapkan, permasalahan muncul karena UUPZ tidak mengatur hal ini, sementara dalam tataran operasional banyak organisasi pengelola zakat telah maksimal memanfaatkan kanal digital untuk mempermudah transaksi.
“Hal paling krusial adalah UU Zakat ke depannya perlu memasukkan klausul perlindungan data pribadi penyumbang dan penerima manfaat, baik dilakukan oleh LAZ-BAZNAS maupun penyedia jasa transaksi keuangan elektronik,” ujar Arif.
Arif juga memaparkan terkait pentingnya peran dan positioning Indonesia dalam isu kemanusiaan dunia. Dibutuhkan penguatan diplomasi kemanusiaan Indonesia, dibuatkan format mekanisme koordinasi pemerintah dan masyarakat, memfasilitasi peran masyarakat terutama terkait akses terhadap jaringan pemerintah untuk melakukan aksi kemanusiaan global.
“Isu kemanusian internasional ini sering kali direspons oleh LAZ dan BAZNAS secara progresif di lapangan, namun di undang-undang pengelolaan zakat hal tersebut belum memfasilitasi dan membukakan pintu. Maka pada Undang-Undang baru nanti – apabila dibahas oleh DPR – dibutuhkan poin baru sebagai payung hukum bagi OPZ dalam merespons isu kemanusiaan global,” tandas Arif.