Festival Ibu Bumi Menggugat: Seruan Tolak Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan
Berita Baru, Jakarta – Kader Hijau Muhammadiyah bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil menggelar Festival Ibu Bumi Menggugat di Samarinda, Sabtu (15/12/2024). Mengusung tema Ta’awun untuk Keadilan Ekologi, acara ini menjadi ajang untuk menolak kebijakan yang mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan menerima izin usaha pertambangan.
Festival ini menyoroti Pasal 83A dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 yang memberikan prioritas kepada ormas keagamaan untuk memperoleh izin usaha tambang. Kebijakan tersebut dinilai berpotensi memperparah kerusakan lingkungan, terutama di Kalimantan Timur yang selama ini menjadi pusat eksploitasi tambang batu bara.
“Proses pengelolaan sumber daya alam harus mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan prinsip keadilan ekologi, bukan sekadar kepentingan politik. Memberikan izin kepada ormas keagamaan yang tidak memiliki keahlian di sektor ini adalah keputusan yang keliru,” ujar Fahmi Ahmad Fauzan, perwakilan Kader Hijau Muhammadiyah.
Kalimantan Timur, sebagai penghasil batu bara terbesar di Indonesia, menghadapi tantangan serius akibat eksploitasi tambang. Berdasarkan data Kementerian ESDM tahun 2021, provinsi ini memiliki 476 izin usaha pertambangan (IUP). Menurut Fahmi, kebijakan tersebut hanya akan memperburuk krisis lingkungan yang sudah ada.
“Tambang skala besar bukan hanya merusak ekosistem, tapi juga mengancam ruang hidup masyarakat. Gotong royong atau ta’awun adalah langkah kami untuk melawan kebijakan yang tidak adil ini,” tambah Fahmi.
Festival ini dikemas dengan berbagai kegiatan seperti diskusi publik, pameran seni, dan pertunjukan budaya untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Narasumber yang hadir di antaranya Mareta Sari dari JATAM Kaltim, Parid Ridwanudin dari LHKP PP Muhammadiyah, serta Arip Yogiawan dari Koalisi Bersihkan Indonesia.
Aidil, Ketua Panitia Festival, menegaskan bahwa kegiatan ini dirancang untuk membangun solidaritas dan menyampaikan kritik terhadap kebijakan yang dinilai merugikan lingkungan. “Tujuan kami adalah menyadarkan Muhammadiyah dan masyarakat luas tentang dampak kebijakan ini. Harapannya, ada perubahan pandangan yang lebih berpihak pada keberlanjutan lingkungan,” jelas Aidil.
Selain diskusi, acara ini juga menampilkan seni tari, musik, pembacaan puisi, serta stand-up comedy bertema keadilan ekologi. Festival ini merupakan bagian dari rangkaian roadshow yang sebelumnya telah dilaksanakan di Trenggalek dan Kupang.
Aidil menutup pernyataannya dengan menegaskan sikap tegas mereka. “Kami dengan tegas menolak pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan. Kebijakan ini tidak hanya tidak adil, tetapi juga mengabaikan keberlanjutan lingkungan,” pungkasnya.
Melalui festival ini, diharapkan masyarakat semakin sadar dan bersuara menolak kebijakan yang berpotensi merusak ekosistem serta mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada kelestarian lingkungan.