Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Faisol Riza
Ketua Komisi VI DPR RI, Faisol Riza (kanan) saat menjadi narasumber BERCERITA 73: Menyelamatkan Nasib Garuda Indonesia, live Instagram, Rabu (17/11) malam. Foto: capture Youtube Beritabaru.co.

Faisol Riza: Masih Ada Harapan untuk Garuda Indonesia



Berita Baru, Tokoh – Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Faisol Riza menyebut bahwa Garuda Indonesia masih memiliki harapan untuk hidup.

Hal ini ia sampaikan dalam gelar wicara Bercerita ke-73 Beritabaru.co pada Rabu (17/11) dengan tema “Menyelamatkan Nasib Garuda Indonesia”.

Pemerintah, ungkap Faisol, sebenarnya sangat bisa membantu Perusahaan Garuda Indonesia dan menyelamatannya dari kematian. Namun pemerintah ragu.

Keraguan pemerintah bukan tanpa sebab. Tidak adanya skema yang jelas dari Garuda Indonesia terkait bagaimana rencana bisnisnya ke depan merupakan salah satu alasan mengapa demikian.

“Pemerintah hanya belum yakin pada Garuda. Itu saja. sebenarnya Garuda itu maunya ke depan seperti apa sih?” kata Faisol pada Nureza Dwi Anggraeni, host kenamaan Beritabaru.co.

Menurut Faisol, pihak Garuda Indonesia sendiri masih ragu tentang skema baru yang harus mereka jalani. Semacam dilema.

Satu sisi mereka sadar bahwa sedang di ujung tanduk, tapi pada sisi lain tidak mau tegas dan mengakui bahwa posisinya sedang sekarat.

Akibatnya, lanjut Faisol, mereka terlalu lama untuk mengambil keputusan. Garuda Indonesia terlihat tidak mau bersaing dan kemudian disejajarkan dengan Lion Air, Citilink, atau pun Batik Air.

“Kalau saya perhatikan, Garuda tidak berani keluar dari kondisi nyaman yang ada. Seperti citranya sebagai leader penerbangan, sebagai national carrier, fasilitas dan pelayanan terbaik, dan sebagainya,” jelasnya.

Dari situ, Faisol sampai pada kesimpulan bahwa Garuda Indonesia tidak serius dalam memikirkan bisnisnya.

Garuda Indonesia masih tidak bisa beranjak dari citra permukaan yang mereka dapat, padahal itu jugalah yang terbukti telah membawa mereka ke jurang keterpurukan.

“Harusnya, cukup tinggalkan itu semua. Kalau sudah waktunya sulit, terimalah kenyataan dan berlakulah sebagaimana orang yang kesulitan. Intinya, jangan merasa kaya, tapi sebenarnya miskin. Kenapa harus takut bersaing dengan Lion, Citilink, dan Batik? Kenapa malu? Kenyataannya kan mereka yang menguasai pasar domestik,” papar Faisol.

Suntik mati: antara pilihan dan kegamangan

Untuk menyelamatkan Garuda Indonesia, Faisol menyampaikan bahwa pemerintah sudah mengantongi banyak tawaran skema. Dari beberapa pihak lain pun ada yang menyarankan agar Garuda disuntik mati.

Namun, kata Faisol, bicara suntik mati, bicara banyak jalan. Jika suntik mati yang dimaksud adalah melalui proses pengadilan bahwa Garuda Indonesia sudah pailit, maka itu tidak masalah.

Kendati demikian, terlepas darinya, Faisol menjelaskan bahwa untuk menyuntik mati Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukanlah sesuatu yang sederhana.

“Menutup BUMN itu tidak semudah yang kita bayangkan karena ada proses panjang,” ungkapnya.

Sampai saat ini, ada sekitar 40 BUMN yang sedang sekarat. Di antara mereka, bahkan ada yang sampai hanya tersisa satu direksi dan beberapa karyawan.

Sebagian lainnya ada yang sudah dinyatakan pailit oleh pengadilan, kata Faisol. Asetnya sudah dilelang, tapi hingga sekarang tidak terjual.

Sebagai pihak yang bisa membubarkan pun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak bisa berbuat banyak.

“Kemenkeu sebagai institusi yang bisa membubarkan, sampai hari ini sudah lebih dari 10 tahun tidak berhasil membubarkan BUMN yang ini,” ungkap Faisol.

Faisol membeberkan dua (2) BUMN yang susah dibubarkan tersebut, yakni Perusahaan Kertas Leces dan Merpati Nusantara Airlines (MNA).

“Untuk kasus merpati, perusahaan punya hutang pada karyawan. Perusahaan tidak bisa membayar sebab aturannya perusahaan baru bisa membayar ketika ada investasi masuk. Tapi, sampai hari ini tidak investasi. Jadi, kondisi merpati sekarang itu sekarat, tapi tidak mati-mati,” Faisol memaparkan.

“Jadi, begitulah. Untuk menutup BUMN itu tidak mudah. Dan dari situ, pemerintah pada akhirnya lebih memilih melakukan konsolidasi di antara BUMN yang sekarat ketimbang menyuntik mati,” imbuhnya.

Jerat hutang Garuda

Perlu diketahui, pada semester I 2020 PT Garuda Indonesia merugi sebanyak USD712 juta atau setara Rp10,34 triliun.

Hutang yang harus Garuda Indonesia lunasi mencapai USD9,75 miliar atau setara Rp138,45 triliun. Dan modal minusnya sebesar USD2,8 miliar atau setara Rp39,7 triliun.

Salah satu penyebabnya adalah pandemi. pada kuartal I 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penumpang Garuda anjlok 98,3%. Akibatnya mereka harus kehilangan pendapatan sebesar 99%.

Kendati demikian, menurut Faisol, sebelum pandemi pun sebenarnya Garuda Indonesia sudah terpuruk. “Sebenarnya garuda sudah parah sebelum Pandemi. Pandemi ini hanya menambah keparahannya,” ungkapnya.