Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Evolusi Pendidikan dan Tantangan Nilai
sumber: pinterest

Evolusi Pendidikan dan Tantangan Nilai



Miftahul Fahmi


Persoalan penting dan mendasar pada sebuah peradaban adalah pendidikan. Evolusi pendidikan semakin kencang dengan laju digitalisasi yang marak. Siapa yang menjawab persoalan besar ini? Bagaimana bangsa ini menyiapkan diri pada evolusi ini?

Selain derasnya evolusi pendidikan, pandemi Covid-19 juga mendorong agar pendidikan segara beradaptasi dan mengiringi evolusinya. Kita ketahui secara seksama bahwa pendidikan menjadi hal yang banyak orang perbincangkan.

Setalah hampir dua tahun dunia pendidikan membiasakan diri dengan teknologi, akhir ini sekolah sudah mulai tatap muka. Pembelajaran tatap muka menjadi suatu hal yang dirindukan murid, guru, atau bahkan oraang tua. Alih-alih pembelajaran tatap muka sebagai wahana bernosatalgia dan menjalankan tugas pendidikan kembali dengan gaya lama.

Apakah pembelajaran tatap muka merupakan bagian dari penolakan atas evolusi pendidikan ini? Di mana pendidikan mulai berevolusi dari layar gawai. Evolusi yang nampak sekali, bagaimana pengetahuan itu bisa kita dapat dengan mudah dengan berselancar di dunia maya.

Semoga saja tidak demikian, penulis menilai bahwa Pendidikan yang menjauhkan diri dari digitalisasi atau sebaliknya akan membawa watak Pendidikan yang tidak dinamis. Pendidikan akan menjadi statis.

Indonesia adalah negara yang subur pengetahuannya, banyak murid yang rajin dan guru-guru hebat. Sejak berdirinya negeri ini. Indonesia dididik oleh sebuah penindasan, ketidakadilan, dan penjajahan. Pendidikan kita terlahir dari kurikulum yang penuh polemik.

Di mana sejak awal kebangkitan, atau perjuangan kemerdekaan, banyak terlahir murid-murid hebat seperti Soekarno, Sjahrir, Hatta dan lainnya yang luar biasa. Para murid mempelajari banyak hal dari lawannya, dari para penjajah. Pendidikan kolonial pun dipelajarinya sebagai pisau atau sebagai alat untuk menyerang balik penjajahan.

Selain itu, dengan proses panjang, dengan pendidikan juga para murid yang sekarang menjadi guru-guru bangs aitu dulunya menghimpun diri pada sebuah wadah, yang namanya organisasi. Kemudian semakin berkembang. Indonesia telah merdeka dan memiliki tantangan lain.

Adaptasi yang cepat dari para guru bangsa dalam menyikapi kondisi bangsa pada masa itu menjadi pemblejaran penting, bagaimana evolusi pendidikan perlu dihadapi. Pendidikan seperti apa yang telah menjadi corak pendidikan di Indonesia? Kalau menilik dari perjuangan guru bangsa, pendidikan yang negeri ini terapkan adalah pendidikan yang membebaskan.

Pendidikan yang membebaskan itu seperti apa? Pendidikan yang membebaskan adalah sebuah transformasi ilmu pengetahuan yang mampu menunjang diri untuk memiliki kepekaan akan rasa persaudaraan, kesetaraan, keadilaan, dan pembebasan. Nilai-nilai pembebasan pada pendidikan menjadi titik utamanya.

Akan tetapi, perjuangan pendidikan di negeri ini tidak semulus dengan apa yang dicita-citakan. Tantangan dan hambatan kerap menyertainya. Di mana kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang berubah, juga mengubah pandangan pendidikan negeri ini.

Jika pada era sebelumnya, Ki Hajar Dewantara memberikan paradigma ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang berarti guru di depan memberikan contoh atau sebagai panutan, di tengah membangun kemauan atau niat, dan di belakang memberikan dorongan atau semangat.

Penulis rasa paradigma pendidikan ala Ki Hajar Dewantara masihlah relevan di era digital ini. Terlebih itulah yang menjadi poin penting. Pertama, keteladanan; kedua, niat dan kemauan; ketiga, semangat.

Keteladanan bisa menjadi poin pertama atau bahkan utama terlebih di era ini. Tugas besarnya ialah di era banyaknya strawberry generation ini mampukah para pendidik menyajikan keteladanan-keteladanan baik untuk murid.

Apakah digitalisasi pendidikan mampu menyuguhkan keteladana? Jika pengetahuan bisa dibangun oleh mesin dan kecerdasan buatan. Maka, keteladanan sementara masih perlu diemban oleh orang tua atau guru.

Mengapa demikian? Kecerdasan buatan dibuat oleh kecerdasan alamiah manusianya. Jika kecerdasan alami kalah atau berbanding terbalik dengan kecerdasan buatan, maka yang terjadi adalah ketimpangan kecerdasan. Jika kecerdasana itu timpang, maka teknologi akan memengaruhi pemikiran manusianya.

Kedua dan ketiga, perihal niat dan semangat tentu ini akan lebih muda dibangun dari pada keteladanan. Niat dan semangat juga bisa dibantu oleh kecerdasan digital.

Evolusi Pendidikan ke depannya tengah terjadi di hadapan kita, bahkan di sekitar kita. Digitalisasi bukanlah pengganti dari pendidikan itu sendiri. Digitalisasi tidak lain hanyalah sebuah sarana unutk mencapai sebuah nilai dari Pendidikan.

Apa nilai dari pendidikan? Menurut penulis, nilai dari pendidikan adalah memanusiakan manusia. Selain membebaskan, pendidikan memiliki nilai humanisme. Era digital, banjir informasi, dan apalah ini janganlah sampai menjauhkan diri kita semua pada nilai kamanusiaan.

Masyarakat luas haruslah siap dengan digitalisasi ini, meskipun ketimpangan infrastruktur teknologi belum meratap. Tetapi, kita perlu bersiap dan mengambil peran pada pendidikan di era digital ini. Evolusi pendidikan di era digital yang semakin cepat ini lebih menguntungkan kita semua.

Peran guru, orang tua, murid, dan berbagai elemen perlu berkolaborasi untuk mewujudkan pendidikan berbasis digital ini secara humanis. Bagaimana Pendidikan yang serba digital ini tatap menjaga marwah pendidikan itu, sebagai agen kemanusiaan. Pendidikan tanpa kemanusiaan adalah kehancuran.


Miftahul Fahmi: Penulis adalah pemerhati pendidikan dan guru SMA di Driyorejo.