Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ilustrasi kekerasan pada politisi perempuan (Ilustrasi: CWI)
Ilustrasi kekerasan pada politisi perempuan (Ilustrasi: CWI)

CWI Soroti Kekerasan Terhadap Politisi Perempuan di Media Daring



Berita Baru, Jakarta – Cakra Wikara Indonesia (CWI) menyoroti fenomena kekerasan terhadap politisi perempuan di media daring. Kekerasan tersebut didasari oleh seksisme dan misogini yang mengidentifikasi politisi perempuan sebagai target empuk, sehingga disinformasi dan kampanye hitam menjadi senjata yang sering digunakan untuk menyerang kehidupan pribadi mereka.

Peneliti sekaligus Manajer Pelatihan dan Kerja Sama CWI, Mia Novitasari menyampaikan faktor gender memainkan peran penting dalam hal ini. Kendati demikian, menurutnya , hanya saja perlu dilihat lebih dalam faktor gendernya seperti apa.

“Temuan kami menunjukkan bahwa perempuan kepala daerah kerap kali dituntut untuk melakukan negosiasi identitas gendernya sebagai strategi mengatasi tantangan dan hambatan yang dibadapi sejak masa pencalonan, kampanye hingga kepemimpinannya,” ujar Mia kepada Beritabaru.co, Sabtu (8/4/2023).

Mia menjelaskan, terdapat tiga kondisi yang membuat perempuan harus melakukan negosiasi identitas gendernya.

“Pertama karena ada bias tafsir agama terhadap pemimpin perempuan. Kedua adanya bias pemberitaan media dan juga pandangan masyarakat terkait kepemimpinan perempuan. Ketiga, persepsi bias gender terhadap perempuan kepala daerah yang memiliki latar belakang kekerabatan,” jelas Mia.

Rekomendasi CWI

Untuk mengatasi kekerasan dan disinformasi gender terhadap perempuan di media daring, Mia mengatakan hal itu idealnya dilakukan oleh multipihak, seperti yang sudah disebutkan dari sisi masyarakat, dari sisi media, dan juga pemerintah.

“Kalau dari sisi pemerintah lebih ke penegakan regulasi yang tegas terkait disinformasi ini. Kalau dari sisi masyarakat, himbauan untuk lebih bijak menyaring informasi penting, karena ini langkah pertamanya,” jelas Mia.

Kendati demikian, Mia mengatakan tidak mudah karena kita tidak bisa menafikan masih kuatnya pengaruh budaya patriarki, termasuk sikap misogini yang cenderung merugikan perempuan masih menjadi tantangan sampai saat ini.

“Kalau dari sisi media, saya kira penting juga untuk punya keberpihakan, bagaimana memberitakan secara proporsional tentang politisi perempuan misalnya. Jadi tidak hanya dilihat dari sisi kehidupan pribadi mereka saja tapi juga capaian dan kinerja sebagai politisi perempuan,” jelas Mia.

Kasus Kekerasan pada Politisi Perempuan

Beberapa politisi perempuan seperti Cellica Nurrachadiana, Manuela d’Ávila, dan Priyanka Chaturvedi menjadi korban dari disinformasi dan kampanye hitam tersebut. Beberapa diantaranya termasuk berita bohong dan kutipan palsu yang menjelekkan mereka.

Kekerasan dan disinformasi gender ini memiliki dampak negatif yang sangat besar pada perempuan, bahkan banyak diantaranya enggan menjadi pemimpin karena enggan menghadapi stereotyping dan stigma yang memojokkan perempuan.

Oleh karena itu, Cakra Wikara Indonesia mengajak masyarakat untuk lebih bijak dalam menyaring informasi yang didapatkan dalam media daring, sehingga tidak terjerat dalam disinformasi dan kampanye hitam yang merugikan perempuan.