Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

mikroplastik

Celia Siura, Mikroplastik, dan Masa Depan Lingkungan



Berita Baru, Tokoh – Beberapa bulan yang lalu, penelitian mengungkap bahwa 77% sampel darah manusia mengandung mikroplastik.

Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas riset tersebut—bekerja sama dengan Vrije Universiteit, Amsterdam— melalui Chief Operating Officer (COO) Common Seas Indonesia Celia Siura menegaskan, penyebab utama kenapa itu terjadi adalah ulah manusia.

Bagaimana mereka mengelola sampah, mengonsumsi produk dengan bahan dasar plastik, dan semacamnya berkontribusi pada adanya kandungan mikroplastik dalam darahnya sendiri.

Yang menarik, Celia menceritakan, dari 22 sampel yang ada, salah satunya milik Chief Executive Officer (CEO) Common Seas dan rupanya, darahnya terkontaminasi mikroplastik.

Menurut Celia, pimpinannya adalah pribadi yang sangat hati-hati terkait plastik. Namun, kenyataannya mikroplastik masih mengalir bebas dalam darahnya.

Ini menunjukkan, terangnya, bahwa untuk kasus Indonesia pencemaran mikoplastik sudah cukup parah.

“Dari 22 orang yang kami ambil sampel darahnya, ada CEO kami di situ. Dan hasilnya, darahnya terkontaminasi mikroplastik. Beliau adalah sosok yang sangat tegas soal plastik, tapi buktinya masih terkena,” kata Celia.

“Ini membuktikan satu hal. Kadar pencemaran mikroplastik di sini sudah lumayan parah,” imbuhnya dalam gelar wicara Bercerita ke-100 Beritabaru.co, Selasa (28/6).

Mikroplastik memiliki banyak jenis dan dari semuanya, ada tiga (3) yang bersemayam di tubuh manusia, yakni Polietilena Tereftalat (PET), Polistirena (PS), dan Polietilena (PE).

Celia menyebut, PET adalah jenis yang digunakan untuk membuat botol air mineral dan baik PET atau pun sisanya bisa masuk ke darah manusia melalui media air, udara, dan makanan.

Ketika ketiganya mengandung mikroplastik dan kita minum, hirup, atau makan, maka kandungan mikroplastiknya akan turut masuk dalam tubuh dan menyatu dengan darah.

Bahaya mikroplastik untuk manusia dan lingkungan

Dalam diskusi yang ditemani oleh host kenamaan Beritabaru.co Al Muiz Liddinillah ini, Celia pun menjelaskan bagaimana kontaminasi mikroplastik dalam darah bisa membahayakan manusia.

Darah, ungkapnya, ibarat sungai dalam tubuh manusia. Apa pun yang ada padanya akan menyebar ke seluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru dan otak.

Akibatnya, seseorang akan lebih berpeluang terkena kanker, gangguan saraf, gangguan pencernaan, dan semacamnya.

Untuk hewan dan tumbuhan pun, menurut Celia mikroplastik adalah ancaman besar. Semakin ke sini, semakin banyak ditemukan ikan-ikan dan padi atau jagung dengan kandungan mikroplastik.

Laut, sungai, dan area persawahan yang tercemar merupakan faktor yang memungkinkan itu terjadi.

Ikan-ikan mengonsumsi mikroplastik di laut, sedangkan padi dan jagung menyerap kandungan mikroplastik dari air sungai atau sampah plastik yang bertebaran.

“Jangan salah loh, plastik atau popok sekali pakai yang dibuang sembarangan di area persawahan itu kandungan mikroplastiknya bisa diserap oleh tumbuhan dan ketika ini terjadi maka, padi akan tercemar,” jelas Celia.

Celia menuturkan bahkan ikan yang terkontaminasi mikroplastik setidaknya akan mengalami tiga (3) hal.

Pertama, mereka akan mendapatkan gangguan pencernaan. Kedua, mereka akan mengidap kelainan hormon atau interseks yang ini bisa menyebabkan mereka tidak bisa bereproduksi. Ketiga kematian.

Poinnya, bila laut tercemar, volume ikan akan terancam dan ini berarti manusia akan sulit ke depannya untuk menemukan sumber protein.

“Ikan yang mengandung mikroplastik, saat kita konsumsi pun, nanti akan berdampak pada darah kita. Jadi, ini akan sangat sulit, jika kita tidak mau berbenah sejak dini,” kata Celia.

Penyebab utama

Menurut Celia, ada dua pihak yang menjadikan pencemaran lingkungan di Indonesia semakin buruk: manusia dan perusahaan plastik.

Pertama merujuk pada kebiasaan sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih gemar membuang sampah di sungai.

Celia memberi contoh masyarakat Jawa Timur. Di Jawa Timur, khususnya yang berdampingan dengan Sungai Brantas, ada kepercayaan bahwa siapa pun tidak boleh membakar popok sekali pakai.

Ketika itu dilanggar, maka si bayi akan mendapatkan sesuatu yang tidak diinginkan. Kepercayaan ini ditransmisikan secara turun temurun. Akibatnya, mereka membuang popok tersebut ke sungai.

Menurut data, Sungai Brantas masuk dalam jajaran 20 sungai paling tercemar di dunia. Tidak lain, ini merupakan buah dari kebiasaan buruk manusia dalam mengelola sampah.

“Padahal ada sekitar 20 juta orang yang tinggal di sekitar Sungai Brantas. Maksudnya, membuang popok sekali pakai ke Sungai Brantas ini akan berdampak langsung pada sejumlah jiwa tersebut,” ungkap Celia.

Kedua berhubungan dengan regulasi yang tidak tegas pada perusahaan-perusahaan yang menghasilkan plastik.

Celia menyebut, pemerintah penting untuk menerapkan regulasi pajak khusus pada perusahaan plastik atau mengoptimalkan regulasi yang sudah ada terkait itu.

Pasalnya, untuk menanggulangi sampah dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga pajak khusus tadi bisa dialokasikan ke sini.

Di samping itu, yang menjadikan Indonesia konsisten berada di urutan kedua dunia penghasil sampah plastik adalah tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengelola sampah, kurangnya perusahaan daur ulang sampah yang mumpuni, dan kurangnya regulasi yang mendukung.

“Jumlah sampah plastik yang kita keluarkan itu setiap tahunnya bertambah 10%. Ini jumlah yang tidak sedikit. Jadi keseriusan berbagai pihak dalam merespons sampah sangat dibutuhkan,” kata Celia.

Upaya Common Seas

Sebagai sebentuk upaya untuk merespons pencemaran lingkungan di Indonesia Common Seas cenderung ke menjawab akar masalah ketimbang mengumpulkan sampah-sampah yang ada.

Common Seas menginisiasi gerakan menggunakan popok pakai ulang. Gerakan ini, salah satunya sudah dilakukan di Jember dan didukung oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Common Seas secara perlahan dan terukur mengajak masyarakat, khususnya para ibu, untuk menggunakan popok pakai ulang demi terjaganya lingkungan dari pencemaran sampah popok sekali pakai.

Banyak informasi penting tentang bahaya popok sekali pakai untuk lingkungan, masyarakat dapatkan dari Common Seas, sehingga mereka tidak enggan untuk mencoba dan kemudian beralih.

Celia memaparkan, dari gerakan tersebut, ada 87% ibu-ibu muda yang sudah menggunakan popok pakai ulang.

Dari segi ekonomi, mereka mengaku bisa menghemat sampai 80%. Ruam di bayi pun berkurang 85%. Infeksi urin menjadi 0% dan kabar baiknya lagi terjadi penurunan sampah popok sekali pakai di sungai di Jember sekitar 30%.

“Pun, Pemerintah Jember saat ini mulai melakukan daur ulang popok sekali pakai agar tidak mencemari sungai. Artinya, mereka sudah mulai memperbaiki sistem pengelolaan sampahnya,” tegas Celia gembira.