ASPERHUPIKI Gelar Webinar Alternatif Pemidanaan dalam KUHP Baru
Berita Baru, Jakarta – Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi (ASPERHUPIKI) bekerja sama dengan Center for International Legal Cooperation (CILC) dan Peer to Peer for Justice: Indonesia – Netherlands Legal Network menyelenggarakan webinar internasional berjudul “Penerapan Sanksi Alternatif: Diskusi antara Indonesia dan Belanda”. Acara ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada para pengajar hukum pidana di Indonesia mengenai penerapan alternatif pemidanaan yang telah lama diterapkan di Belanda.
Webinar ini dihadiri oleh ratusan peserta dan menampilkan narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk Linda Biesot dan Raymond Swennenhuis dari Reclassering Belanda, Monique Vinkesteijn dari Jaksa-Kejaksaan Belanda, serta Nasiruddin dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Pemaparan materi juga disampaikan oleh Nathalina Naibaho, dosen FH UI dan pengurus ASPERHUPIKI.
Anne Marie, Direktur Center for International Legal Cooperation (CILC), menyambut baik kolaborasi dengan ASPERHUPIKI dan berharap bahwa webinar ini dapat bermanfaat bagi para stakeholder di Indonesia, termasuk akademisi, hakim, jaksa, polisi, dan pembimbing kemasyarakatan. Dia mengungkapkan harapannya bahwa penerapan norma alternatif pemidanaan dalam KUHP baru dapat membantu mengurangi angka overcrowding di penjara Indonesia.
“Semoga webinar ini akan bermanfaat bagi para stakeholders di Indonesia khususnya akademisi, hakim, jaksa, polisi dan pembimbing kemasyarakatan untuk memaksimalkan norma alternatif pemidanaan dalam KUHP baru falam rangka mengurangi angka overcrowding di penjara Indonesia,” tutur Anne.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat ASPERHUPIKI, Fachrizal Afandi, menyoroti fitur baru dalam KUHP baru yang mendorong penerapan alternatif pemidanaan. Dia menyatakan, “Orientasi pemidanaan Indonesia sudah bergeser bukan lagi pembalasan dan penjara tetapi pada rehabilitatif, pemulihan atau restoratif.”
“Dengan adanya Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2023 harapannya kedepan aparat penegak hukum akan menerapkan alternatif pemidanaan sebagai upaya mengurangi angka pemenjaraan, orientasi pemidanaan Indonesia juga sudah bergeser bukan lagi pembalasan dan penjeraan tetapi pada rehabilitatif, pemulihan atau restoratif,” kata Fachirzal.
Raymond Swennenhuis membahas perkembangan legislasi dalam masalah pidana di Belanda, sedangkan Monique Vinkesteijn menjelaskan bagaimana kasus-kasus pidana ditangani di Belanda. Linda Biesot membahas pemidanaan dalam sistem hukum Belanda dan kerjasama Indonesia – Belanda. Nasiruddin dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan menjelaskan peran petugas pemasyarakatan dalam diversion dan alternatif pemidanaan. Nathalina Naibaho mengungkapkan bahwa terdapat dua alternatif pemidanaan yang digunakan, yaitu pengawasan dan pidana kerja sosial, serta adanya denda sebagai alternatif pemenjaraan.
Secara keseluruhan, para narasumber sepakat bahwa pembelajaran dari pengalaman sistem peradilan pidana di Belanda dapat memberikan pemahaman dan kerjasama yang baik antara lembaga penegak hukum dan pengadilan di Indonesia untuk memaksimalkan penerapan alternatif pemidanaan dalam KUHP baru.